Senin, 03 Agustus 2015

Mengapa Ada Maksiat Di Bulan Ramadhan Padahal Setan-setan Telah Dibelenggu . ..

Assalamualaikum

1.      Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﺫَﺍ ﺩَﺧَﻞَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ ﻓُﺘِّﺤَﺖْ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻭَﻏُﻠِّﻘَﺖْ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﻭَﺳُﻠْﺴِﻠَﺖِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦ
“Apabila telah masuk bulan Ramadhan, terbukalah pintu-pintu surga dan tertutuplah pintu-pintu neraka dan setan-setan pun terbelenggu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
2.      Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺮﻃﺒﻲ ﺑﻌﺪ ﺃﻥ ﺭﺟﺢ ﺣﻤﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻇﺎﻫﺮﻩ ﻓﺈﻥ ﻗﻴﻞﻛﻴﻒ ﻧﺮﻯ ﺍﻟﺸﺮﻭﺭ ﻭﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻰ ﻭﺍﻗﻌﺔ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻛﺜﻴﺮﺍ ﻓﻠﻮ ﺻﻔﺪﺕ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻟﻢ ﻳﻘﻊ ﺫﻟﻚ ﻓﺎﻟﺠﻮﺍﺏ ﺃﻧﻬﺎ ﺇﻧﻤﺎ ﺗﻘﻞ ﻋﻦ ﺍﻟﺼﺎﺋﻤﻴﻦ ﺍﻟﺼﻮﻡ ﺍﻟﺬﻱ ﺣﻮﻓﻆ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻭﻃﻪ ﻭﺭﻭﻋﻴﺖ ﺍﺩﺍﺑﻪ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﺼﻔﺪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻭﻫﻢ ﺍﻟﻤﺮﺩﺓ ﻻﻛﻠﻬﻢ ﻛﻤﺎ ﺗﻘﺪﻡ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺮﻭﺍﻳﺎﺕ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺗﻘﻠﻴﻞ ﺍﻟﺸﺮﻭﺭ ﻓﻴﻪ ﻭﻫﺬﺍ ﺃﻣﺮ ﻣﺤﺴﻮﺱ ﻓﺈﻥ ﻭﻗﻮﻉ ﺫﻟﻚ ﻓﻴﻪ ﺃﻗﻞ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻩ ﺍﺫﻻ ﻳﻠﺰﻡ ﻣﻦ ﺗﺼﻔﻴﺪ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻘﻊ ﺷﺮ ﻭﻻ ﻣﻌﺼﻴﺔ ﻷﻥ ﻟﺬﻟﻚ ﺍﺳﺒﺎﺑﺎ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻛﺎﻟﻨﻔﻮﺱ ﺍﻟﺨﺒﻴﺜﺔ ﻭﺍﻟﻌﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﻘﺒﻴﺤﺔ ﻭﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﺍﻹﻧﺴﻴﺔ .
ﻭﻗﺎﻝ ﻏﻴﺮﻩ ﻓﻲ ﺗﺼﻔﻴﺪ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇﻟﻰ ﺭﻓﻊ ﻋﺬﺭ ﺍﻟﻤﻜﻠﻒ ﻛﺄﻧﻪ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﻗﺪ ﻛﻔﺖ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻋﻨﻚ ﻓﻼ ﺗﻌﺘﻞ ﺑﻬﻢ ﻓﻲ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻄﺎﻋﺔ ﻭﻻ ﻓﻌﻞ ﺍﻟﻤﻌﺼﻴﺔ .
“Dan berkata Al-Qurthubi rahimahullah setelah beliau menguatkan pendapat membawa makna hadits ini sesuai zahirnya, maka apabila ditanyakan:
            “Mengapa kita masih melihat banyak kejelekan dan kemaksiatan terjadi di bulan Ramadhan padahal jika memang setan-setan telah dibelenggu, tentunya hal itu tidak akan terjadi?
3.      Jawaban:
Sesungguhnya kemaksiatan itu hanyalah berkurang dari orang-orang yang berpuasa apabila pelaksanaan puasanya memperhatikan syarat-syarat puasa dan menjaga adab-adabnya.
4.      Atau bisa juga bermakna bahwa yang dibelenggu itu hanyalah sebagian setan, yaitu para pembesar setan bukan seluruhnya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada sebagian riwayat hadits.
5.      Atau bisa juga maksudnya adalah pengurangan kejelekan-kejelekan di bulan Ramadhan, dan ini sesuatu yang dapat disaksikan, yaitu terjadinya kemaksiatan di bulan Ramadhan lebih sedikit dibanding bulan lainnya.
6.      Karena dibelenggunya seluruh setan pun tidak dapat memastikan kejelekan dan kemaksiatan hilang sama sekali, sebab terjadinya kemaksiatan itu juga karena banyak sebab selain setan, seperti jiwa yang jelek, kebiasaan yang tidak baik dan godaan setan-setan dari golongan manusia.
7.      Dan berkata selain Al-Qurthubi tentang dibelenggunya setan-setan di bulan Ramadhan adalah isyarat bahwa telah dihilangkannya alasan bagi seorang mukallaf dalam melakukan dosa, seakan dikatakan kepadanya, “Setan-setan telah ditahan dari menggodamu, maka jangan lagi kamu menjadikan setan sebagai alasan dalam meninggalkan ketaatan dan melakukan maksiat”.
(Fathul Bari, 4/114-115)


HADIST HADIST LEMAH YANG SERING TERSEBAR DIBULAN RAMADHAN


1. Hadist :
 شهر رمضان أوله رحمة أوسطه مغفرة وآخره عتق من النار
" Bulan Romadhon awalnya rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari neraka "
💥 Hadis Munkar
📚 Kitab Silsilah Al Ahadist Dhoifah Wal Maudhu'ah karya As Syeikh Al Albany 2/262
2. Hadist :
 صوموا تصحوا
" Berpuasalah kalian akan sehat "
💥 Hadist lemah
📚 Kitab Silsilah Al Ahadist Ad dhoifah Wal Maudhu'ah karya Asy Syeikh Al Albany 1/420
3. Hadist :
 من أفطر يوما من رمضان من غير عذر و لا مرض لم يقضه صوم الدهر وإن صامه
 " Barangsiapa berbuka satu hari di bulan Romadhon tanpa udzur dan tidak sakit maka tidak bisa menggantinya puasa setahun walaupun dia puasa" .
💥 Hadist lemah
📚 Kitab Dhoif Sunan At Tirmidzi karya Asy Syeikh Al Albany 115
4. Hadist :
 إن لله عند كل فطر عتقاء من النار
 " Sungguh bagi Allah setiap berbuka ada pembebasan (manusia) dari api neraka".
💥 Hadist lemah
📚 Kitab Al Fawaid Al Majmua'ah Fil Ahadist Al Maudhu'ah karya imam Asy Syaukany 1/257
5. Hadist :
 لو يعلم العباد ما في رمضان لتمنت أمتي أن يكون رمضان السنة كلها
 " Kalau seandainya para hamba tau apa yang ada pada Romadhon maka umatku akan berangan angan bulan romadhon menjadi satu tahun seluruhnya ".
💥 Hadist lemah
📚 Kitab Almaudhu'at karya Ibnul Jauzy 2/188
6. Hadist :
 اللهم بارك لنا في رجب و شعبان و بلغنا رمضان
 "Ya Allah berkahi kami di bulan Rajab dan bulan Sya'ban dan sampaikan kami di bulan Romadhon".
💥 Hadist lemah
📚 Kitab Dhoif Al Jami' karya Asy Syeikh Al Albany
7. Hadist :
 الدعاء عند الإفطار : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت
 " Doa disaat berbuka : Ya Allah aku berpuasa karenamu dan dengan rezekimu aku berbuka"
💥 Hadist lemah
📚 Kitab Dhoif Al Jami' karya Asy Syeikh Al Albany 4349

Hadits Dhahih Li dzatih

 BUKU : MUSTHALAH AL HADITS.
• PENGARANG : IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH.
___________
Bismillahir-Rahmanir-Rahim…
PENJELASAN PENGERTIAN ASH-SHAHIH LI DZATIH
Pada sepuluh pertemuan sebelumnya, kita telah mengetahui secara global bahwa hadits adalah mencakup semua tentang ucapan, perbuatan dan taqrir serta sifat nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dimana semua itu tidak lepas apakah ia bersifat mutawatir maupun ahad. Dan ahad tidak lepas dari tiga keadaan, baik masyhur, ‘aziz maupun gharib. Dan tiga keadaan tersebut adakalanya masuk dalam kategori maqbul dan adakalanya masuk dalam kategori mardud.
Yang maqbul tidak lepas, baik masuk dalam kategori shahih li dzatih maupun shahih li ghairih, atau masuk dalam kategori hasan li dzatih maupun hasan li ghairih. Adapun yang mardud juga terbagi menjadi dua, ada yang bersifat dha’if yang ringan sehingga bisa menjadi penguat, dan ada yang bersifat dha’if yang syadid sehingga tidak bisa menjadi penguat.
Kemudian pada liqa kita kali ini, insya Allah kita akan mulai masuk menguraikan rincian-rincian dan pendetilan dari semua masail yang berkaitan dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Dimana syaikh rahimahullah memulai memberikan penjelasan dengan rincian pada definisi shahih li dzatih.
Berkata asy-syaikh rahimahullah :
شَرحُ تَعرِيفِ الصَّحِيحِ لِذَاتِهِ
PENJELASAN PENGERTIAN ASH-SHAHIH LI DZATIH
سَبَقَ أَنَّ الصَّحِيحَ لِذَاتِهِ : مَا رَوَاهُ عَدلٌ تَامُ الضَّبطِ بِسَنَدٍ مُتَّصِلٍ، وَسَلِمَ مِنَ الشُّذُوذِ وَالعِلَّةِ القَادِحَةِ
Telah berlalu, bahwa Ash-Shahih Li Dzatih yaitu :
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang :
1). “ADL”.
2). “TAM DHABTH”.
3). “SANAD MUTTASHIL”.
4). Selamat dari “SYUDZUDZ”. Dan
5). Selamat dari “ILLAH QADIHAH”.
1). Pertama.
“العَدَالَةُ” (‘Adl-nya Seorang Perawi).
فَالعَدَالَةُ : استِقَامَةُ الدِّينِ وَالمُرُوءَةِ
Al ‘Adalah yaitu :
Istiqamah dalam agama dan istiqamah dalam muru’ah.
a). Istiqamah Dalam Agama.
فَاستِقَامَةُ الدِّينِ : أَدَاءُ الوَاجِبَاتِ، وَاجتِنَابُ مَا يُوجِبُ الفِسقَ مِنَ المُحَرَّمَاتِ
Adapun istiqamah dalam agama yaitu :
(Kontinu dalam) menunaikan kewajiban-kewajiban, dan (kontinu dalam) meninggalkan apa-apa yang menyebabkan kefasikan berupa perkara-perkara yang diharamkan.
TAMBAHAN FAIDAH.
Apa yang disampaikan oleh syaikh rahimahullah, seorang perawi yang ‘Adl adalah seorang yang meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan. Definisi tersebut adalah datang dari kitab-kitab ushul dan mayoritas kitab-kitab musthalah.
Dan disana terdapat sebagian ahlul hadits yang memberi kritikan terhadap ungkapan tersebut. Diantaranya adalah Al-Khatibul Baghdadi rahimahullah, beliau berkata :
لَمَّا كَانَ كُلُّ مُكَلَّفٍ مِنَ البَشَرِ لاَ يَكَادُ يَسلَمُ مِن أَن يَشُوبَ طَاعَتَهُ بِمَعصِيَّةٍ، لَم يَكُن سَبِيلٌ إِلَى أَلاَّ يُقبَلُ إِلاَّ طَائِعٌ مَحضُ الطَّاعَةِ، لِأَنَّ ذَالِكَ يُوجِبُ أَلاَّ يُقبَلُ أَحَدٌ
Tatkala setiap mukallaf dari kalangan manusia hampir-hampir tidak bisa terlepas dari bercampurnya ketaatannya dengan kemaksiatan, maka (definisi tersebut mengharuskan_pent) tidak ada satu jalanpun yang diterima melainkan hanya seorang yang benar-benar ta’at. Karena hal tersebut mengharuskan tidak ada seorangpun yang bisa diterima. (Al-Kifayah : 1/317)
Ini menunjukan bahwa definisi atau pengertian yang datang dari para pakar ushul dan mayoritas kitab-kitab hadits adalah pendapat yang sangat sulit dan berat. Dimana tak seorangpun yang selamat dari kemaksiatan. Oleh karenanya penulis mengisyaratkan tentang definisi ‘Adl dengan konteks sebagiamana telah berlalu penyebutannya, yaitu :
المُسلِمُ البَالِغُ العَاقِلُ الَّذِي غَلَبَت عَلَيهِ الطَّاعَةُ
Muslim, yang baligh, yang berakal dan mayoritas keadaannya di atas keta’atan. (Syarh Baiquniyah Ar Razihi fashl Shahih Li Dzatih). Wallahu a’lam.
b). Istiqamah Dalam Muru’ah.
Berkata asy-syaikh rahimahullah :
وَاستِقَامَةُ المُرُوءَةِ : أَن يَفعَلَ مَا يَحمَدُهُ النَّاسُ عَلَيهِ مِنَ الآدَابِ وَالأَخلاَقِ، وَيَترُكُ مَا يُذَمُّهُ النَّاسُ عَلَيهِ مِن ذَلِكَ
Dan adapun istiqamah dalam muru’ah yaitu :
Mengerjakan sesuatu yang manusia memuji hal tersebut, berupa akhlak dan adab. Dan meninggalkan sesuatu yang manusia mencela hal tersebut, berupa adab dan akhlak.
FAIDAH TAMBAHAN.
Apa yang disampaikan oleh syaikh rahimahullah berkaitan dengan masalah muru’ah, dimana ini merupakan suatu syarat bagi seorang perawi yang ‘Adl. Hal ini adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Asy-Syaukani rahimahullah :
وَالأَولَى أَن يُقَالَ فِي تَعرِيفِ العَدَالَةِ إِنَّهَا التَّمَسُّكُ بِآدَابِ الشَّرعِ
Dan ungkapan yang lebih tepat untuk pengertian ‘Adl-nya seorang perawi adalah berpegang teguhnya ia dengan adab-adab syar’i.
فَمَن تَمَسَّكَ بِهَا فِعلاً وَتَركًا فَهُوَ العَدلُ المَرضِيُّ
Maka barang siapa yang berpegang teguh dengan adab-adab tersebut, baik yang bersifat mengerjakan (yang diperintahkan_pent) maupun meninggalkan (yang dilarang_pent), maka ia adalah seorang yang ‘Adl dan diridhai. (Irsyad Al-Fuhul : 52. Cet : Darul Fikr)
Pensyaratan muru’ah tidak lepas dari dua keadaan. Adakalanya pelanggaran terhadap muru’ah bisa mencacati sifat ‘Adl-nya seorang perawi. Dan adakalanya tidak mencacati sifat ‘Adl-nya, akan tetapi mengurangi nilai kewibawaannya.
Yang pertama :
وَمَن أَخَلَّ بِشَيءٍ مِنهَا، فَإِن كَانَ الإِخلاَلُ بِذَالِكَ الشَّيءِ يَقدَحُ فِي دِينِ فَاعِلِهِ أَو تَارِكِهِ كَفِعلِ الحَرَامِ وَ تَركِ الوَاجِبِ، فَلَيسَ بِعَدلٍ
Dan barang siapa yang melanggar sesuatu dari adab-adab tersebut, apabila pelanggarannya terhadap sesuatu tersebut adalah sesuatu yang mencacati agama yang mengerjakannya, atau mencacati agama yang meninggalkannya, seperti mengerjakan keharaman dan meninggalkan kewajiban, maka ia bukan seorang yang ‘Adl. (Irsyad Al-Fuhul : 52. Cet : Darul Fikr)
KESIMPULAN
Apabila pelanggaran pada muru’ah yang bersifat mengerjakan perbuatan yang haram atau meninggalkan yang wajib, maka hal ini mencacati sifat ‘Adl-nya seorang perawi.
Yang kedua :
وَأَمَّا اعتِبَارُ العَادَاتِ الجَارِيَةِ بَينَ النَّاسِ المُختَلِفَةِ بِاختِلاَفِ الأَشخَاصِ وَالأَزمِنَةِ وَالأَمكِنَةِ وَالأَحوَالِ فَلاَ مُدخَلَ لِذَالِكَ فِي هَذَا الأَمرِ الدِّينِي
Dan apabila (yang diinginkan dengan muru’ah_pent) dari sisi adat dan kebiasaan yang terjadi di tengah-tengah manusia yang beraneka ragam, dengan perbedaan masing-masing person dan perbedaan zaman, tempat dan keadaan, maka sesuatu tersebut (yakni cacat dari sisi muru’ah ini_pent) tidak termasuk dalam perkara agama. (Irsyad Al-Fuhul : 52. Cet : Darul Fikr)
KESIMPULAN
Apabila pelanggaran muru’ah yang bersifat kembali kepada adat dan kebiasaan manusia, lingkungan dan waktu. Dimana hal ini bukan dalam kategori perkara agama. Maka pelanggaran muru’ah ini tidak mencacati sifat ‘Adl-nya seorang perawi. Walaupun mungkin mengurangi nilai kewibawaannya.
Contohnya adalah seperti kebiasaan makan di pasar, atau menyisir rambut saat kajian sedang berlangsung dan yang semisalnya.
Kemudian berkata asy-syaikh rahimahullah :
وَتُعرَفُ عَدَالَةُ الرَّاوِي بِالاستِفَاضَةِ كَالأَئِمَّةِ المَشهُورِينَ : مَالِكٍ وَأَحمَدَ وَالبُخَارِيِّ وَنَحوِهِم، وَبِالنَّصِّ عَلَيهَا مِمَّن يُعتَبَرُ قَولُهُ فِي ذَلِكَ
Dan ‘Adl-nya seorang perawi dapat diketahui dengan :
1). “بِالاستِفَاضَةِ” (yakni dengan tersebar luasnya berita seorang perawi, bahwa ia adalah seorang yang ‘Adl_pent). Seperti para imam yang masyhur : Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Bukhari rahimahumullahu dan yang semisal mereka.
2). “بِالنَّصِّ” (yakni dengan keterangan_pent) tentang ‘Adl-nya seorang perawi dari seorang imam yang ucapannya terakui dalam hal tersebut. (Dalam hal ini adalah keterangan para imam dalam bidang jarh dan ta’dil_pent).
Contohnya bagaimana?
Contohnya tatkala engkau melihat seorang perawi dalam suatu hadits, dan perawi tersebut bukan seorang yang masyhur. Maka untuk mentela’ah apakah ia seorang yang ‘Adl atau tidak, engkau harus melihat keterangan para imam yang berkompeten dalam bidang tersebut. Apa komentar mereka terhadap perawi hadits tersebut.
Wallahu a’lam bish shawab.