Rabu, 03 Juni 2015

Makalah Ilmu Hadits (Hadits Mu'allal)

BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
            Hadits mu’allal aladalah suatu hadits yang di dalam nya terdapat sebuah ‘ilat yang sulit di ketahui sehingga banyak Hafidz yang terkecoh dengan keberadaan ‘ilat tersebut, ‘ilat dalam hadits mu’allal terbagi 3 bagian yaitu ‘ilat pada sanad, ‘ilat pada matan, dan ‘ilat pada sanad dan matan, ‘ilat yang terjadi pada sanad biasanya terjadi sanad kalangan tabi’in atau tabi’in tabi’in, contoh ‘ilat pada sanad misalnya ada suatu sanad hadits yang padanya terdapat mata rantai yang tidak sebenarnya (bukan rowi yang meriwayatkan hadits tersebut ). Contoh ‘ilat pada matan misalnya ada suatu matan hadits dan pada matannya terdapat susatu kalimat yang tidak sesuai dengan hadits yang sebenarnya. Contoh  ‘ilat pada sanad dan matan yaitu misalnya jika suatu hadits terdapat ‘ilat pada matan dan sanadnya (salah ke duanya).

B.     Rumusan Masalah

·         Bagaimana Mengetahui definisi hadits Mu’allal
·         Bagaimana mengetahui macam macam ‘Illat pada Hadits Mu’allal
·         Bagaimana mengetahui kehujahan hadits Mu’allal

C.    Tujuan Makalah
·         Mengetahui definisi hadits Mu’allal
·         Mengetahui macam macam ‘Illat pada Hadits Mu’allal
·         Mengetahui kehujahan hadits Mu’allal






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hadits Mu’allal
            Yang dimaksud dengan hadits Mu’allal ialah :
ما طلع فيه بعد البحث و التبع على وهم وقع لرواته من وصل منقطع اوادخال حديث في حديث او نحو ذلك
Suatu Hadits, yang setelah diadakan peneitian dan penyelidikan, tampak adanya salah sangka dari rawi nya, dengan mewasholkan (menganggap bersambung suatu sanad) hadits yang munqathi’ (terputus) atau memasukan sebuah hadits pada suatu hadits yang lain, atau yang semisal dengan itu.”
            Menyelidiki rawi yang banyak sangka, sangat sukar dan sulit. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh oran gyang ahli, yanag benar-benar mengetahui martabat rawi, keadaan sanad dan matan Hadits.
            Mencacat rawi yang demikian ini, merupakan adanya qarinah-qarinah yang dapat menunjukan sebab tercacatnya. Sebab-sebab yang mencacatkan itu, antara lain mengirsalkan hadits tang mustahil, mawasholkan hadits yang munqathi’, me mauquf kan hadits yang marfu’ dan lain sebagainya. Semua perbuatan ini dilakukan si rawi berdasarkan adanya salah sangka[1].
            Ringkasnya hadits mu’allal itu tampaknya tidak bar cacat, tetapi setelah diselidiki terdapat ‘ilat.
            ‘ilat itu kadang-kadang terdapat pada sanad dan kadang kadang terdapat pada matan. Dan ‘illat yang terdapat pada sanad adakalanya yang mencacatkan sanad dan matan, dan adapula yang mencacatkan sanad saja, sedang matannya sohih.

Contohnya hadits Ya’la bin ‘Ubaid :
عن سفيان الثوري عن عمر بن دينار عن ابن عمر عن البي صلى الله عليه وسلم قال: البيعان بالخيار ما لم يتفرقا.
Dari Sufyan Ats-Tsaury dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi SAW, ujarnya: Si penjual dan si pembeli boleh memilih, selama belum berpisahan.”
            ‘illat hadits ini terletak pada ‘Amr bin Dinar, sebab mestinya bukan dia yang meriwayatkan, melainkan ‘Abdullah bin Dinar. Hal itu dapat diketahui derdasarkan riwayat-riwayat lain, yang juga melalui sanad tersebut.
            Walaupun hadits tersebut ber ‘illat pada sanadnya, tetapi oleh karena kedua rawi tersebut sama-sama tsiqah, tetap shohih matannya.[2]
            Lebih tepat kita bahas arti ‘illat dan mu’allal, yaitu:
العلة سبب خفي غامض يطرا على الحديث فيقدح في صحته.
illat adalah faktor abstrak yang menodai hadits hingga merusak keshahihannya.”
والحديث المعلل هو الحديث الذي اطلع فيه على علة تقدح في صحته مع ان ظاهره السلمة منه.
’Hadits Mu’allal adalah hadits yang padanya terlihat ada ‘illat yang merusak keshohihannya, sedangkan lahirnya terbebas darinya.”
            Dengan pembahasan tersebut, semakin tampak keagungan mereka dan kajian mereka yang kritis dan sangat mendetail, sehingga mereka mampu mengetahui faktor-faktor abstrak yang mendho’ifkan hadits dan menghilangkan keshohihan lahiriyah hadits yang menutupi hakikat kedho’ifannya.

B.     Pembagian Hadits Mu’allal
            Di tinjau dari tempat terdapatnya ‘illat hadits mu’allal itu dibagi menjadi tiga macam, yaitu mu’allal dalam sanad, mu’allal dalam matan, dan mu’allal dalam keduanya.
a.       Hadits mu’allal dalam sanad 
            Kadang-kadang ‘illat yang terdapat dalam hadits mu’allal jenis ini dapat mencacatkan sanad dan mencacatkan matan, seperti apabila suatu hadits tidak dikenal kecuali melalui seorang periwayat, lalu ternyata terdapat pada ‘illat, seperti idthirob, inqitha yang tersembunyi, atau hadits mauquf yang marfu’, dan sebagainnya.[3]  
            Diantara contoh lainnya adalah hadits ibnu juraij dari Musa bin ‘Uqbah dari Suhail bin Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah r.a. dengan marfu’:
من جلس مجلسا كثر فيه لفطه فقال قبل ان يقوم سبحنك اللهم و بحمدك لااله الا انت استغفرك واتوب اليك الا غفرله ما كان من مجلسه
barang siapa hadir dalam suatu majlis yang padanya terdapat banyak terjadi kegaduhan kemudian sebelum berdiri ia berkata,”Maha suci Engkau, Ya Alloh, dan segala puji bagi-Mu. Tiada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun kepada-Mu dan aku bartobat kepada-Mu”, maka ia mendapat ampunan atas dosa yang terjadi di majelis tersebut”.
            Lahir hadits ini shahih, sehingga banyak hafidz yang tertipu lalu menshahihkannya, tetapi padanya terdapat ‘illat yang samar dan  merusak. Yang benar dalam hal ini adalah riwayat wahib bin kholid al-Bahili dan suhair dari ‘Aun bin Abdillah dari perkataan Abi Hurairah, tidak marfu’. Dalam hal periwayatan hadits ini terjadi perbedaan hadits antara Wahib dan Musa bin ‘Uqbah. Al-Bukhari menyatakan keunggulan riwayat Wahib, dan menjelaskan bahwa dunia ini tidak ia ketahui sanad ibnu Juraij demikian kecuali dalam hadits ini. Selanjutnya ia berkata, “Kami tidak pernah menyatakan bahwa musa mendengar hadits dari Suhail. Indikasi-indidkasi ini memperkuat orang yang berbeda riwayat dengan Musa bin ‘Uqbah”.
            Kadang-kadang ‘ilat yang terdapat pada suatu sanad tidak memengaruhu cacatnya matan, seperti bilamana perbedaan riwayat terjadi pada hadits yang memiliki sanad banyak, atau dalam menentukan salah satu dari dua rawi yang tsiqat.
            Diantara contohnya adalah hadits ibnu Juraij dari Imran bin Abi Anas dari malik bin Aus bin Al-Hasan dari Abu Dzar, ia berkata: Rosululloh SAW bersabda:

في الابل صدقتها وفي الغنم صدقته وفي البقر صدقته وفي البر صدقتها

dalam unta ada sedekah (wajib), pada kambing ada sedekah, pada sapi ada sedekah, dan pada gandum ada sedekah”.
            Lahir sanad ini Shohih sehingga al-Hakim tertarik dan menilainya shohih menurut  syarat syaikhani. Pendapatnya ini disetujui oleh al-Dzahabi.[4]
            Tashih dari al-Hakim ini perlu mendapat kajian yang serius, karena al-Turmudzi meriayatkanyadalam kitabnya, al-‘illal al-Kabir, lalu berkata, : saya bertanya kepada Muhammad bin ismail al-Bukhori tentanang hadits ini. Ia menjawab, “ibnu Juraij tidak mendengar hadits dari imran bin Abi Abas. Ia berkata: “Diriwayatkan kepadaku hadits dari imran bin Abi Anas”.[5]
            Akan tetapi ‘illat yang terdapat sanad ini tidak merusak matan, karena matannya juga datang dari sanad lain yang shahih, seperti yang diriwayatkan oleh Said bin Salamah bin Abu al-Hisam, katanya: meriwayatkan hadits kepada kami Imron bin Abi Anas dari Malik bin Aus bin al-Hadtsandari Abu Dzarr dan seterusnya. Dengan demikian maka matan tersebut sahih, karena terdapat pada sanadyang shahih.
b.      Hadits mu’allal dalam matan
            Contoh Hadits Abdullah bin Mas’ud, katanya Rosululloh SAW bersabda:
الطيرة من الشرك وما منا الا و لكن الله يذ هبه بالتوكل.
“Tenung itu termasuk perbuatan syirik, dan setiap orang dari kita pasti. Akan tetapi Alloh menghilangkannya dengan jalan kita bertawakal.”[6]
            Secara lahir, sanad dan matan hadits ini shahih. Hanya saja matannya termodal ‘illat yang samar, yakni pada kata-kata wa ma minna illaa’.
            Al-Khaththabi berkata: kata-kata “wa ma minna illa” artinya adalah dari setiap kita pasti dapat terkena tenung. Namun beliau tidak melanjutkan ucapannya. Karena beliau membuang kelanjutan kata-kata tersebut untuk meringkas pembicaraan dan mengandalkan pemahaman orang yang mendengarkannya.
Penilaian tentang adanya ‘illat itu menjadi lebih kuat karena permulaan hadits ini
diriwayatkan oleh banyak rawi dari ibnu Mas’ud tanpa ada tambahannya.[7]
c.       Hadits mu’allal dalam sanad dan matan
            Contoh hadits yang dikeluarkan oleh al-Nasa’i dan ibnu Majah [8] dari riwayat Baqiyah dari yunus dari al-Zuhri dari Salim inbu Umar dari Nabi SAW. Beliau besabda:
من ادرك ركعة من صلاة الجمعة وغيرها فقد ادرك.
barang siapa mendapatkan satu raka’at (dari sisa waktu) dalam solat jum’at atau lainnya,  maka ia telah menunaikan (solatnya).
            Abu Hatim al-Razi berkata hadits ini bsalah matan dan sanadnya. Yang benar hadidts ini dari al-Zuhri dari abu salamah dari Abu Hurairah Nabi SAW barsabda:

من ادرك من صلاة ركعة فقد ادركها

“barang siapa mendapatkan satu raka’at dari satu solat (masih pada waktunya), maka ia mendapatkan salat itu”.
            Adapun kata-kata “min salat al jum’ati wa qhairiha” tidak terdapat dalam hadits ini.jadi matan dan hadits tersebut dipertanyakan. Hadits ini diriwayatkan dalam Shohihain dan [9]lainnya dari banyak jalan dengan redaksi yang berbeda dengan riwayat. Hal ini menunjukan adanya ‘illat dalam hadits riwayat baqiyah.

C.    Cara Mengetahui Hadits Mu’allal

1)      mengumpulkan sejumlah riwayat suatu hadits, kemudia membuat perbandingan diantara sanad dan matannya. Dengan demikian perbedaan dan kesamaannya akan menunjukan tempat ‘illat. Apabila disertai dengan beberapa indikasi, maka ia akan semakin jelas dan mudah diketahui. Cara ini adalah yang paling banyak pemakaiannya. Kadang kadang perlu dilakukan pula pengumpulan semua hadits dalam bab yang sama, bahkan setiap hadits yang ada kaitannya dengan maksud kandungannya. Hal ini membutuhkan hafalan yang mantap dan kecepatan pengungkapannya.
2)      Membandingkan susunan para rowi dalam sanad untuk mengetahui posisi mereka masing-masing pada keumuman sanad.
            Maka akan diketahui bahwa posisi para rowi dalam suatu untaian sanad itu berbeda dengan sanad-sanad yang lainnya. Hal ini merupakan suatu indikator adanya ‘illat yang samar padanya, meski ‘illat itu sangat sulit ditemukan. Dan ini tidak mungkin dapat diketahui kecuali dengan hafalan yang sempurna, ingatan yang halus, kecepatan mengungkap kembali terhadap sejumlah sanad.


D.    Sumber-sumber Hadits Mu’allal

            Para kritikus dari kalangan imam telah menyusun banyak kitab dalam bidang ini. Kitab-kitab itu memuat inti pembahasan mereka yang snagat rumit. Diantaranya berikut ini.
a.       Al-‘ilal al-Kabir, karya al-Turmudzi, kitab ini sangat berharga dan bentuknya sedang. Keterangan-keterangan didalamnya banyak bersumber kepada pendapat guru al-Turmudzi[10].
b.      ‘Ilal al-Hadits karya imam Abdurrahman bin abi Hatim al-Razi. Kitab ini telah dicetak dalam dua jilid.[11]
c.       Al-‘ilal al-Waridah fi Al-Ahdits an-Nabawiyah karya imam al-Daraquthni. Kitab ini adlah kitab yang paling komlit dalam bidangnya, dan nasakhnya masih banyak yang berupa nasakh tulisan tangan.          

E.     Kehujjahan Hadits Mu’allal
            Hadits Mu’allal bisa di jadikan hujjah jika hadits yang ber i’llat pada sanad (rowi nya) masih tsiqah dan diterima, tetapi jika rowi nya (yang pada sanad terdapat I’illat) dinilai dusta, maka hadits mu’allal tidak bisa dijadilan sebagai hujjah.[12]










BAB III
KESIMPULAN

            Hadits Mu’allal ialah Suatu Hadits, yang setelah diadakan peneitian dan penyelidikan, tampak adanya salah sangka dari rawi nya, dengan mewasholkan (menganggap bersambung suatu sanad) hadits yang munqathi’ (terputus) atau memasukan sebuah hadits pada suatu hadits yang lain, atau yang semisal dengan itu.
‘ilat itu kadang-kadang terdapat pada sanad dan kadang kadang terdapat pada matan. Dan ‘illat yang terdapat pada sanad adakalanya yang mencacatkan sanad dan matan, dan adapula yang mencacatkan sanad saja, sedang matannya sohih.
Hadits Mu’allal bisa di jadikan hujjah jika hadits yang ber i’llat pada sanad (rowi nya) masih tsiqah dan diterima, tetapi jika rowi nya (yang pada sanad terdapat I’illat) dinilai dusta, maka hadits mu’allal tidak bisa dijadilan sebagai hujjah.












DAFTAR PUSTAKA


‘Itr, Nuruddin. 2012. ‘Ulumul Hadits. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Alma’arif.
Thohan, Mahmud. 1985. Taisir Musthalah Hadits. Kuwait: Al-Jiyaman.
Khaeruman, Badri. 2013. Materi Kuliah Ulumul Hadits. Bandung: Modul.



[1] [1] Fatchur,Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Alma Arif, Bandung, hlm. 187.
[2] Fatchur,Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Alma Arif, Bandung, hlm. 188.
[3] ‘Itr, Nuruddin. 2012 ‘Ulumul Hadits. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm.483.
[4] Al-Mustadrok, 1:388; lihat kitab imam al-Turmudzi, hlm.429.
[5] Nashbu al-Rayah, 2:376-377; al-Talkhish al-Habir, 184.
[6] Dikeluarkan oleh Abu Dawud pada akhir bab al-Thibb; al-Turmudzi pada akhir kitab as-Siyar.
[7] Tuhfat al-Ahwadzi, 2:400
[8] An-Nasa’i, 1:220; ibnu Majah, no.1123.
[9] Al-Bukhari bab waktu, 1:112.
[10] Kitab al-Turmudzi, hlm. 425-437
[11]Mahmud Thohan, taistir Mustholah Hadits, hal.102
[12]  Khaeruman, Badri. 2013. Materi Kuliah Ulumul Hadits 1. Bandung: Modul. hlm.11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar