BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Hadits mu’allal aladalah suatu hadits yang di dalam nya terdapat
sebuah ‘ilat yang sulit di ketahui sehingga banyak Hafidz yang terkecoh dengan
keberadaan ‘ilat tersebut, ‘ilat dalam hadits mu’allal terbagi 3 bagian yaitu
‘ilat pada sanad, ‘ilat pada matan, dan ‘ilat pada sanad dan matan, ‘ilat yang
terjadi pada sanad biasanya terjadi sanad kalangan tabi’in atau tabi’in tabi’in,
contoh ‘ilat pada sanad misalnya ada suatu sanad hadits yang padanya terdapat
mata rantai yang tidak sebenarnya (bukan rowi yang meriwayatkan hadits tersebut
). Contoh ‘ilat pada matan misalnya ada suatu matan hadits dan pada matannya
terdapat susatu kalimat yang tidak sesuai dengan hadits yang sebenarnya.
Contoh ‘ilat pada sanad dan matan yaitu
misalnya jika suatu hadits terdapat ‘ilat pada matan dan sanadnya (salah ke
duanya).
B. Rumusan Masalah
·
Bagaimana Mengetahui definisi hadits Mu’allal
·
Bagaimana mengetahui macam macam ‘Illat pada Hadits Mu’allal
·
Bagaimana mengetahui kehujahan hadits Mu’allal
C.
Tujuan Makalah
·
Mengetahui definisi hadits Mu’allal
·
Mengetahui macam macam ‘Illat pada Hadits Mu’allal
·
Mengetahui kehujahan hadits Mu’allal
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hadits Mu’allal
Yang
dimaksud dengan hadits Mu’allal ialah :
ما
طلع فيه بعد البحث و التبع على وهم وقع لرواته من وصل منقطع اوادخال حديث في حديث
او نحو ذلك
“Suatu
Hadits, yang setelah diadakan peneitian dan penyelidikan, tampak adanya salah sangka
dari rawi nya, dengan mewasholkan (menganggap bersambung suatu sanad) hadits
yang munqathi’ (terputus) atau memasukan sebuah hadits pada suatu hadits yang
lain, atau yang semisal dengan itu.”
Menyelidiki
rawi yang banyak sangka, sangat sukar dan sulit. Hal itu hanya dapat
dilakukan oleh oran gyang ahli, yanag benar-benar mengetahui martabat rawi,
keadaan sanad dan matan Hadits.
Mencacat
rawi yang demikian ini, merupakan adanya qarinah-qarinah yang dapat
menunjukan sebab tercacatnya. Sebab-sebab yang mencacatkan itu, antara
lain mengirsalkan hadits tang mustahil, mawasholkan hadits yang munqathi’, me
mauquf kan hadits yang marfu’ dan lain sebagainya. Semua perbuatan ini
dilakukan si rawi berdasarkan adanya salah sangka[1].
Ringkasnya hadits mu’allal itu tampaknya tidak
bar cacat, tetapi setelah diselidiki terdapat ‘ilat.
‘ilat
itu kadang-kadang terdapat pada sanad dan kadang kadang terdapat pada matan.
Dan ‘illat yang terdapat pada sanad adakalanya yang mencacatkan sanad dan
matan, dan adapula yang mencacatkan sanad saja, sedang matannya sohih.
Contohnya hadits Ya’la bin ‘Ubaid :
عن سفيان الثوري عن عمر بن دينار عن ابن عمر عن البي صلى
الله عليه وسلم قال: البيعان بالخيار ما لم يتفرقا.
“Dari Sufyan
Ats-Tsaury dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi SAW, ujarnya: Si
penjual dan si pembeli boleh memilih, selama belum berpisahan.”
‘illat hadits ini terletak pada ‘Amr
bin Dinar, sebab mestinya bukan dia yang meriwayatkan, melainkan ‘Abdullah bin
Dinar. Hal itu dapat diketahui derdasarkan riwayat-riwayat lain, yang juga
melalui sanad tersebut.
Walaupun hadits tersebut ber ‘illat
pada sanadnya, tetapi oleh karena kedua rawi tersebut sama-sama tsiqah, tetap
shohih matannya.[2]
Lebih tepat kita bahas arti ‘illat
dan mu’allal, yaitu:
العلة سبب خفي غامض يطرا على الحديث فيقدح في صحته.
“’illat adalah faktor abstrak yang menodai
hadits hingga merusak keshahihannya.”
والحديث المعلل هو الحديث الذي اطلع فيه على علة تقدح في
صحته مع ان ظاهره السلمة منه.
“’Hadits
Mu’allal adalah hadits yang padanya terlihat ada ‘illat yang merusak
keshohihannya, sedangkan lahirnya terbebas darinya.”
Dengan pembahasan tersebut, semakin
tampak keagungan mereka dan kajian mereka yang kritis dan sangat mendetail,
sehingga mereka mampu mengetahui faktor-faktor abstrak yang mendho’ifkan hadits
dan menghilangkan keshohihan lahiriyah hadits yang menutupi hakikat
kedho’ifannya.
B.
Pembagian Hadits Mu’allal
Di tinjau dari tempat terdapatnya ‘illat
hadits mu’allal itu dibagi menjadi tiga macam, yaitu mu’allal dalam sanad,
mu’allal dalam matan, dan mu’allal dalam keduanya.
a.
Hadits mu’allal dalam sanad
Kadang-kadang ‘illat yang
terdapat dalam hadits mu’allal jenis ini dapat mencacatkan sanad dan
mencacatkan matan, seperti apabila suatu hadits tidak dikenal kecuali melalui
seorang periwayat, lalu ternyata terdapat pada ‘illat, seperti idthirob,
inqitha yang tersembunyi, atau hadits mauquf yang marfu’, dan
sebagainnya.[3]
Diantara
contoh lainnya adalah hadits ibnu juraij dari Musa bin ‘Uqbah dari Suhail bin
Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah r.a. dengan marfu’:
من
جلس مجلسا كثر فيه لفطه فقال قبل ان يقوم سبحنك اللهم و بحمدك لااله الا انت
استغفرك واتوب اليك الا غفرله ما كان من مجلسه
“barang
siapa hadir dalam suatu majlis yang padanya terdapat banyak terjadi kegaduhan
kemudian sebelum berdiri ia berkata,”Maha suci Engkau, Ya Alloh, dan segala
puji bagi-Mu. Tiada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun kepada-Mu dan aku
bartobat kepada-Mu”, maka ia mendapat ampunan atas dosa yang terjadi di majelis
tersebut”.
Lahir
hadits ini shahih, sehingga banyak hafidz yang tertipu lalu menshahihkannya,
tetapi padanya terdapat ‘illat yang samar dan merusak. Yang benar dalam hal ini adalah
riwayat wahib bin kholid al-Bahili dan suhair dari ‘Aun bin Abdillah dari
perkataan Abi Hurairah, tidak marfu’. Dalam hal periwayatan hadits ini terjadi
perbedaan hadits antara Wahib dan Musa bin ‘Uqbah. Al-Bukhari menyatakan
keunggulan riwayat Wahib, dan menjelaskan bahwa dunia ini tidak ia ketahui
sanad ibnu Juraij demikian kecuali dalam hadits ini. Selanjutnya ia berkata,
“Kami tidak pernah menyatakan bahwa musa mendengar hadits dari Suhail.
Indikasi-indidkasi ini memperkuat orang yang berbeda riwayat dengan Musa bin
‘Uqbah”.
Kadang-kadang
‘ilat yang terdapat pada suatu sanad tidak memengaruhu cacatnya matan, seperti
bilamana perbedaan riwayat terjadi pada hadits yang memiliki sanad banyak, atau
dalam menentukan salah satu dari dua rawi yang tsiqat.
Diantara
contohnya adalah hadits ibnu Juraij dari Imran bin Abi Anas dari malik bin Aus
bin Al-Hasan dari Abu Dzar, ia berkata: Rosululloh SAW bersabda:
في الابل صدقتها وفي
الغنم صدقته وفي البقر صدقته وفي البر صدقتها
“dalam
unta ada sedekah (wajib), pada kambing ada sedekah, pada sapi ada sedekah, dan
pada gandum ada sedekah”.
Lahir
sanad ini Shohih sehingga al-Hakim tertarik dan menilainya shohih menurut syarat syaikhani. Pendapatnya ini
disetujui oleh al-Dzahabi.[4]
Tashih
dari al-Hakim ini perlu mendapat kajian yang serius, karena al-Turmudzi
meriayatkanyadalam kitabnya, al-‘illal al-Kabir, lalu berkata, : saya
bertanya kepada Muhammad bin ismail al-Bukhori tentanang hadits ini. Ia
menjawab, “ibnu Juraij tidak mendengar hadits dari imran bin Abi Abas. Ia
berkata: “Diriwayatkan kepadaku hadits dari imran bin Abi Anas”.[5]
Akan
tetapi ‘illat yang terdapat sanad ini tidak merusak matan, karena
matannya juga datang dari sanad lain yang shahih, seperti yang diriwayatkan
oleh Said bin Salamah bin Abu al-Hisam, katanya: meriwayatkan hadits kepada
kami Imron bin Abi Anas dari Malik bin Aus bin al-Hadtsandari Abu Dzarr dan
seterusnya. Dengan demikian maka matan tersebut sahih, karena terdapat pada
sanadyang shahih.
b. Hadits mu’allal dalam matan
Contoh
Hadits Abdullah bin Mas’ud, katanya Rosululloh SAW bersabda:
الطيرة من الشرك وما منا الا و لكن الله يذ هبه بالتوكل.
“Tenung itu termasuk perbuatan syirik, dan setiap orang dari
kita pasti. Akan tetapi Alloh menghilangkannya dengan jalan kita bertawakal.”[6]
Secara
lahir, sanad dan matan hadits ini shahih. Hanya saja matannya termodal ‘illat
yang samar, yakni pada kata-kata wa ma minna illaa’.
Al-Khaththabi
berkata: kata-kata “wa ma minna illa” artinya adalah dari setiap kita
pasti dapat terkena tenung. Namun beliau tidak melanjutkan ucapannya. Karena
beliau membuang kelanjutan kata-kata tersebut untuk meringkas pembicaraan dan
mengandalkan pemahaman orang yang mendengarkannya.
Penilaian tentang adanya ‘illat itu menjadi lebih kuat karena
permulaan hadits ini
diriwayatkan oleh banyak rawi dari ibnu Mas’ud tanpa ada tambahannya.[7]
c. Hadits mu’allal dalam sanad dan matan
Contoh
hadits yang dikeluarkan oleh al-Nasa’i dan ibnu Majah [8]
dari riwayat Baqiyah dari yunus dari al-Zuhri dari Salim inbu Umar dari Nabi
SAW. Beliau besabda:
من ادرك ركعة من صلاة الجمعة وغيرها فقد ادرك.
“barang
siapa mendapatkan satu raka’at (dari sisa waktu) dalam solat jum’at atau
lainnya, maka ia telah menunaikan
(solatnya).
Abu
Hatim al-Razi berkata hadits ini bsalah matan dan sanadnya. Yang benar hadidts
ini dari al-Zuhri dari abu salamah dari Abu Hurairah Nabi SAW barsabda:
من ادرك من صلاة ركعة
فقد ادركها
“barang siapa
mendapatkan satu raka’at dari satu solat (masih pada waktunya), maka ia
mendapatkan salat itu”.
Adapun
kata-kata “min salat al jum’ati wa qhairiha” tidak terdapat dalam hadits
ini.jadi matan dan hadits tersebut dipertanyakan. Hadits ini diriwayatkan dalam
Shohihain dan [9]lainnya
dari banyak jalan dengan redaksi yang berbeda dengan riwayat. Hal ini
menunjukan adanya ‘illat dalam hadits riwayat baqiyah.
C.
Cara Mengetahui Hadits Mu’allal
1) mengumpulkan sejumlah riwayat suatu hadits,
kemudia membuat perbandingan diantara sanad dan matannya. Dengan demikian
perbedaan dan kesamaannya akan menunjukan tempat ‘illat. Apabila disertai
dengan beberapa indikasi, maka ia akan semakin jelas dan mudah diketahui. Cara
ini adalah yang paling banyak pemakaiannya. Kadang kadang perlu dilakukan pula
pengumpulan semua hadits dalam bab yang sama, bahkan setiap hadits yang ada
kaitannya dengan maksud kandungannya. Hal ini membutuhkan hafalan yang mantap
dan kecepatan pengungkapannya.
2) Membandingkan susunan para rowi dalam sanad
untuk mengetahui posisi mereka masing-masing pada keumuman sanad.
Maka
akan diketahui bahwa posisi para rowi dalam suatu untaian sanad itu berbeda
dengan sanad-sanad yang lainnya. Hal ini merupakan suatu indikator adanya
‘illat yang samar padanya, meski ‘illat itu sangat sulit ditemukan. Dan ini
tidak mungkin dapat diketahui kecuali dengan hafalan yang sempurna, ingatan
yang halus, kecepatan mengungkap kembali terhadap sejumlah sanad.
D.
Sumber-sumber Hadits Mu’allal
Para
kritikus dari kalangan imam telah menyusun banyak kitab dalam bidang ini.
Kitab-kitab itu memuat inti pembahasan mereka yang snagat rumit. Diantaranya
berikut ini.
a.
Al-‘ilal al-Kabir, karya
al-Turmudzi, kitab ini sangat berharga dan bentuknya sedang.
Keterangan-keterangan didalamnya banyak bersumber kepada pendapat guru
al-Turmudzi[10].
b.
‘Ilal al-Hadits karya
imam Abdurrahman bin abi Hatim al-Razi. Kitab ini telah dicetak dalam dua
jilid.[11]
c.
Al-‘ilal al-Waridah fi
Al-Ahdits an-Nabawiyah karya imam al-Daraquthni. Kitab ini adlah kitab yang
paling komlit dalam bidangnya, dan nasakhnya masih banyak yang berupa nasakh
tulisan tangan.
E. Kehujjahan
Hadits Mu’allal
Hadits Mu’allal bisa di jadikan
hujjah jika hadits yang ber i’llat pada sanad (rowi nya) masih tsiqah dan
diterima, tetapi jika rowi nya (yang pada sanad terdapat I’illat) dinilai
dusta, maka hadits mu’allal tidak bisa dijadilan sebagai hujjah.[12]
BAB III
KESIMPULAN
Hadits
Mu’allal ialah Suatu Hadits, yang setelah diadakan peneitian dan
penyelidikan, tampak adanya salah sangka dari rawi nya, dengan mewasholkan
(menganggap bersambung suatu sanad) hadits yang munqathi’ (terputus) atau
memasukan sebuah hadits pada suatu hadits yang lain, atau yang semisal dengan
itu.
‘ilat itu kadang-kadang terdapat pada sanad
dan kadang kadang terdapat pada matan. Dan ‘illat yang terdapat pada
sanad adakalanya yang mencacatkan sanad dan matan, dan adapula yang mencacatkan
sanad saja, sedang matannya sohih.
Hadits Mu’allal bisa di jadikan hujjah jika
hadits yang ber i’llat pada sanad (rowi nya) masih tsiqah dan diterima, tetapi
jika rowi nya (yang pada sanad terdapat I’illat) dinilai dusta, maka hadits
mu’allal tidak bisa dijadilan sebagai hujjah.
DAFTAR PUSTAKA
‘Itr, Nuruddin. 2012. ‘Ulumul
Hadits. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar
Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Alma’arif.
Thohan, Mahmud. 1985. Taisir
Musthalah Hadits. Kuwait: Al-Jiyaman.
Khaeruman, Badri. 2013. Materi
Kuliah Ulumul Hadits. Bandung: Modul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar