Alqur’an
adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin
tampak validitas kemukjizatannya. Allah SWT menurunkannya kepada Rosulullah
Muhammad SAW, demi membebaskan manusia dari kegelapan hidup menuju cahaya
Ilahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rosulullah menyampaikannya
kepada para sahabatnya. Para sahabat berlomba-lomba untuk menghafal, memahami
dan mengamalkannya dalam aktifitas hidup sehari-hari.
Abu abdirrahman As Sulami meriwayatkan, bahwa
orang-orang yang biasa membacakan alqur’an kepada kami, seperti Utsman bin
Affan dan Abdullah ibnu Mas’ud serta yang lainnya; apabila mereka belajar
sepuluh ayat dari Nabi, mereka enggan melewatinya sebelum memahami dan
mengamalkannya. Mereka mengatakan “kami mempelajari alqur’an, ilmu, dan amal
sekaligus”.[3]
Oleh
karenanya alqur’an dengan sendirinya terjaga di dada para sahabat. Ketika
Rasulullah SAW berpulang ke Rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan
risalah dan amanah, menasehati ummat serta memberi petunjuk. pada agama yang
lurus. Setelah beliau wafat kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar Shiddik ra.
Ketika
masa kekhalifahan Abu Bakar, beliau banyak dihadapkan dengan
peristiwa-peristiwa pemurtadan. Karena itu beliau menyusun kekuatan dan
mengirimkan pasukan untuk menumpas gerakan tersebut. Dari sekian banyak pasukan
yang dihimpun termasuk didalamnya adalah sahabat-sahabat senior yang menyimpan
alquran di dalam dadanya.
Dalam peperangan yamamah jumlah yang terbunuh
dari pihak musuh adalah 10.000 orang dan ada juga yang meriwayatkan 21.000
orang. Sedangkan dari pihak ummat islam yang terbunuh adalah 600 orang, ada
yang mengatakan 500 orang. Diantara yang terbunuh banyak terdapat sahabat Nabi
yang senior.[4]Tujuh puluh diantaranya
adalah para qori’.
Hal tersebut
membuat Umar ibnu Khattab merasa khawatir akan keberlangsungan alqur’an. Lalu
ia menghadap khalifah Abu Bakar dan mengajukan usul untuk mengumpulkan dan
membukukan Alqur’an.
Proses Pengumpulan Alqur’an
Rasulullah
SAW berpulang ke rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan
amanah, menasehati ummat serta memberi petunjuk. pada agama yang lurus. Setelah
beliau wafat kekuasaan dipegang oleh Abu Bakar Siddik ra
Pada
masa pemerintahannya Abu Bakar banyak menghadapi malapetaka, berbagai kesulitan
dan problem yang rumit, diantaranya memerangi orang-orang yang murtad (keluar
dari agama Islam) yang ada di kalangan orang Islam, memerangi pengikut
Musailamah al-Kadzdzab.
Peperangan
Yamamah adalah suatu peperangan yang amat dahsyat. Banyak kalangan sahabat yang
hafal Al-Qur’an dan ahli bacanya mati syahid yang jumlahnya lebih dari 70 orang
huffazh ternama. Oleh karenanya kaum muslimin menjadi bingung dan khawatir.
Umar sendiri merasa prihatin lalu beliau menemui Abu Bakar yang sedang dalam
keadaan sedih dan sakit. Umar mengajukan usul (bermusyawarah dengannya) supaya
mengumpulkan Al-Qur’an karena khawatir lenyap dengan banyaknya Khuffazh yang
gugur, Abu Bakar pertama kali merasa ragu.
Setelah
dijelaskan oleh Umar tentang nilai-nilai positifnya ia memandang baik untuk
menerima usul dari Umar. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar untuk
melaksanakan tugas yang mulia tersebut, ia mengutus Zaid bin Tsabit dan
mengajukan persoalannya, serta menyuruhnya agar segera menangani dan
mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushhaf. Mula pertama Zaid pun merasa ragu,
kemudian iapun dilapangkan Allah dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan
dada Abu Bakar dan Umar.
Zaid bin tsabit berkata, “ Abu Bakar Ash shidiq
mengirim surat kepadaku tentang orang-orang yang terbunuh pada perang Yamamah.
Ketika aku mendatanginya, kudapati Umar bin Khatthab berada disampingnya, maka
Abu Bakar berkata, ‘Umar mendatangiku dan berkata,’ Sesungguhnya banyak para
Qurra’ penghafal alqur’an yang telah gugur dalam peperangan Yamamah. Aku takut
jika para qorri’ yang masih hidup kelak terbunuh dalam peperangan, dan itu akan
mengakibatkan hilangnya sebagian besar dari ayat alqur’an, menurut pendapatku,
engkau harus menginstruksikan untuk segera mengumpulkan dan membukukan
alqur’an.[5]
Aku bertanya kepada Umar,’ Bagaimana aku
melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rosulullah SAW?, Umar menjawab,’
Demi Allah ini adalah kebaikan!. Dan Umar terus menuntutku hingga Allah
melapangkan dadaku untuk segera melaksanakannya, akupun setuju dengan pendapat
Umar.[6]
Setelah mengambil keputusan untuk membukukan
alqur’an. Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit agar mengumpulkan alqur’an
dari berbagai tempat penulisan. Baik yang ditulis pada kulit-kulit, dedaunan,
maupun yang dihafal didada kaum muslimin.awal penulisan ini terjadi
pada tahun 12 H.
Zaid bin
Tsabit berkata,” Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku,’Engkau adalah seorang
pemuda yang jenius, berakal dan penuh Amanah, dan Engkau telah terbiasa menulis
wahyu untuk Rosulullah,maka carilah ayat alqur’an yang berserakan dan
kumpulkanlah. Zaid berkata,’ Demi Allah, jika mereka memerintahkan aku untuk
memikul gunung, tentu hal itu lebih ringan bagiku dari pada melakukan instruksi
Abu Bakar agar aku mengumpulkan alqur’an.”
Aku
bertanya,’ Bagaimana kalian melakukan sesuatu perbuatan yang tidak diperbuat
oleh Rosulullah? Dia berkata.’ Demi Allah, ini adalah suatu kebaikan! Dan Abu
Bakar terus berusaha meyakinkan aku hingga Allah melapangkan dadaku untuk
menerimanya sebagaimana Allah melapangkan dada mereka brdua.
Kemudian
Zaid mulai mengumpulkan ayat-ayat alqur’an yang berserakan dan mengumpulkannya
menjadi satu buku. Banyak kendala dihadapi, karena menjaga keaslian ayat al
qur’an sehingga tidak tercampur dengan perkataan-perkataan yang lain
membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi.
Berbekal
hafalan yang telah disampaikan kepada Rosulullah ketika masih hidup, Zaid
dengan teliti mencari potongan-potongan ayat alqur’an. Termasuk ayat-ayat dari
surat At Taubah hingga surat Al Baro’ah yang hanya dimiliki oleh Abu Khuzaiman
Al Anshory.
Imam Bukhori telah berkata,” Ibnu Syihab
berkata,’ Telah berkata kepadaku Kharijah bin Zaid bin Tsabit, bahwasannya dia
mendengar Zaid berkata,’ Aku tidak mendapatkan satu ayat dari surat Al Ahzab
ketika kami menulis alquran dalam satu mushaf. Sementara aku pernah mendengar
Rosulullah membacanya, akhirnya ayat tersebut kami cari dan ternyata ayat
tersebut ada pada Khuzaimah bin Tsabit Al Anshory, maka segera kami sisipkan ke
tempatnya didalam mushaf .[7]
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang
Rasul dari kaummu sendiri, berat baginya apa yang kamu rasakan, ia sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan)
maka katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya
kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung. (At-Taubah:
128-129).
Kemudian alquran yang telah terkumpul dan
menjadi satu buku tersebut diberikan kepada Abu Bakar dan disimpan hingga
Abu bakar wafat. Setelah itu berpindah kepada khalifah Umar bin Khattab dan
akhirnya berpindah kepada Hafshah binti Umar ketika Umar syahid.
Ibrah
Ada
beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari shiroh diatas, antara lain:
1. Keaslian alqur’an tidak bisa diragukan karena
alqur’an dibukukan ketika banyak penghafal alqur’an yang masih hidup. Serta dikerjkan
dengan ketelitian yang luar biasa.
2. Melakukan perbuatan yang tidak dicontohkan oleh
Rosulullah tetapi memiliki maslahah yang besar adalah boleh dan bukan bid’ah.
3. Inisiatif kebaikan adalah hak setiap individu
muslim. Tidak harus inisiatif itu berasal dari pejabat maupun pemimpin.
4. Memberikan pekerjaan kepada ahlinya dan
menentukan kriteria terhadap para pemegang amanah sehingga memiliki kualitas
kelayakan.
5. Proses belajar akan lebih efektif dengan cara
mengikat ilmu dengan ditulis.
6. Pengumpulan alqur’an sangat bermanfaat untuk
generasi islam setelahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar