Rabu, 03 Juni 2015

Sejarah Filsafat Yunani (Filusuf pertama dari Miletos)

1. Filusuf-filusuf Pertama dari Miletos

1.     Anaximandros

                Anaximandros (640 - 546 SM) adalah seorang filsuf dari Madzhab Miletos dan merupakan murid dari Thales. Seperti Thales, dirinya dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari Miletos yang menjadi perintis Filsafat barat.[1] Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa.[2] Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.
            Ia adalah orang pertama yang mengarang suatu traktat dalam kesusasteraan Yunani dan berjasa dalam bidang astronomi, geografi. Sehingga ia sebagai orang pertama yang membuat peta bumi dan usahanya dalam bidang geografi dilanjutkan oleh Herakleios, sewarga polis dengan dia. Ia berhasil memimpin sekelompok orang yang membuat kota baru di Apollonia, Yunani.
            Pemikirannya dalam memberikan pendapat tentang arche (asas pertama alam semesta), ia tidak menunjuk pada salah satu unsur yang dapat diamati oleh indera, akan tetapi ia menunjuk dan memilih pada sesuatu yang tidak dapat diamati oleh indera, yaitu to apeiron, sebagai sesuatu yang tidak terbatas, abad sifatnya, tidak berubah-ubah, ada pada segala-galanya, dan sesuatu yang paling dalam. Alasannya, apabila tentang arche tersebut ia menunjuk pada salah satu unsur maka unsur tersebut akan mempunyai sifat yang dapat bergerak sesuai dengan sifatnya, sehingga tidak ada tempat bagi unsur yang berlawanan.
                Pendapatnya yang lain, bumi seperti silinder, lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Sedangkan bumi tidak terletak atau bersandar pada sesuatu pun. Mengapa bumi tidak jatuh? Karena bumi berada pada pusat jagad raya. Pemikiranya ini harus dipandang sebagai titik ajaran yang mengherankan bagi orang-orang modern.
a.      riwayat hidup
            Menurut Apollodorus, seorang penulis Yunani kuno, Anaximandros (610-546 SM) telah berumur 63 tahun pada saat Olimpiyade ke-58 yang dilaksanakan tahun 547/546 SM. Karena itu, diperkirakan Anaximandros lahir sekitar tahun 610 SM. Kemudian disebutkan pula bahwa Anaximandros meninggal tidak lama setelah Olmpiade tersebut usai, sehingga waktu kematiannya diperkirakan pada tahun 546 SM.[3]
            Anaximandros disebut murid thales. Ia hidup kira-kira antara tahun 610 dan tahun 540 SM. Anaximandros mengarang sebuah risalah dalam prosa (yang pertama dalam kesusastraan yunani), tetapi sekarang tinggal satu fragmen saja. Menurut tradisi, ia mempunyai jasa-jasa dalam bidang astronomi dan juga dalam bidang geografi, sebab dialah orang pertama yang membuat suatu peta bumi. Usahanya dalam geografi dilanjutkan oleh Hekataios, sewarga polis dengan dia. Ia memimpin  ekspedisi dari miletos yang mendirikan kota perantauan baru di apollonian di pantai laut hitam. Konon kota miletos menghormatinya dengan suatu patung.
            Menurut tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang astronomi dan geografi. Misalnya saja, Anaximandros dikatakan sebagai orang yang pertama kali membuat peta bumi.[4] Usahanya dalam bidang geografi dapat dilihat ketika ia memimpin ekspedisi dari Miletos untuk mendirikan kota perantauan baru ke Apollonia di Laut hitam. Selain itu, Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam matahari sederhana yang dinamakan gnomon. Ditambah lagi, ia mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi. Kemudian ia juga menyelidiki fenomena-fenomena alam seperti gerhana, petir, dan juga mengenai asal mula kehidupan, termasuk asal-mula manusia. Kendati ia lebih muda 15 tahun dari Thales, namun ia meninggal dua tahun sebelum gurunya itu.

Pemikiran

BIDANG ASTRONOMI
Menurutnya, dunia kita terletak di tengah- tengah alam semesta ini: berbentuk seperti silinder, di sekitarnya ada lingkaran- lingkarang cincin (berwujud seperti selang) yang penuh berisi api, dan selang- selang itu berlobang-lobang. Lewat lobang inilah kita bisa melihat api di dalam cincin-cincin tersebut. Itu makanya, bintang-bintang, bulan, matahari adalah “lobang lewat mana” kita bisa mengetahui adanya cincin-cincin di langit itu. Yang terpenting dari sistem yang diajukan Anaximandros ini adalah simetri yang ia ajukan: meskipun fenomen di langit tampak tak beraturan, ia menemukan adanya keteraturan. Dan lebih dari itu, simetri itu mengijinkan dirinya menyatakan bahwa dunia kita “tidak bergerak”.
Anaximandros berpendapat bahwa bumi kita tepat berada di tengah-tengah sehingga tidak ada satu alasanpun untuk menjelaskan mengapa ia bergerak ke satu titik daripada titik lainnya. Sama seperti seekor keledai yang berada di antara 2 gundukan jerami di arah berlawanan dengan jarak yang sama, ia akan berhenti, dan mati kelaparan karena tidak pernah memilih arah mana yang mau diambil.
Kematian keledai dan immobilitas bumi kita diterangkan dengan sebuah prinsip yang sekarang kita kenal sebagai  prinsip kecukupan rasio (principe of sufficient reason) :
-          Jika tidak ada alasan bahwa X muncul (terjadi) daripada Y (jika tidak ada alasan aku mengambil jalan lurus atau mengambil putaran di depan)
-          Jika tidak mungkin bahwa X dan Y muncul (terjadi) bersama-sama (jika tidak mungkin untuk berjalan lurus dan berbelok sekaligus)
-          Maka kesimpulannya: baik X maupun Y tidak ada (maka aku tdk jalan lurus dan tidak berbelok, aku diam!)
            Prinsip abstrak ini yang kemudian diterapkan Anaximandros kepada astronomi untuk mengatakan bahwa bumi kita diam.
ASAL MULA MANUSIA
            Anaximandros mengatakan bahwa tidak mungkin manusia pertama timbul dari air dalam rupa anak bayi. Orang sering mengatakan bahwa Anaximandros menjadi pendahulu teori evolusi spesies-spesies . Berhadapan dengan ragam kehidupan di dunia, ia mencoba mencari dari mana asal-usul semuanya, dan terutama dari mana manusia muncul. Barangkali, karena pengaruh gurunya, Thales, yang mengusulkan physis air sebagai dasar kehidupan, ia lalu mengusulkan bahwa asal-usul mereka adalah  daerah lembab . Lalu bagaimana bisa muncul kuda, kambing, yang semuanya tidak terlalu dekat hidupnya dengan hal-hal lembab ? Maka dibuatlah spekulasi bahwa dulu-dulunya semua berasal dari ikan atau semacam ikan yang dilindungi oleh cangkang. Tentang manusia ? Manusia adalah satu-satunya binatang yang menyusui dalam periode lama untuk akhirnya bisa makan sendiri. Jika demikian, maka manusia pertama pasti tidak demikian, karena jika begitu ia akan cepat mati. Maka diusulkan bahwa manusia pertama dikandung cukup lama dalam binantang semacam ikan, sampai kemudian keluar darinya. Dan baru setelah itu ia bisa berkembang biak sendiri.
To Apeiron sebagai prinsip dasar segala sesuatu
            Meskipun Anaximandros merupakan murid Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena mengkritik pandangan gurunya mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala sesuatu. Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya. Namun kenyataannya, air dan api saling berlawanan sehingga air bukanlah zat yang ada di dalam segala sesuatu. Karena itu, Anaximandros berpendapat bahwa tidak mungkin mencari prinsip dasar tersebut dari zat yang empiris. Prinsip dasar itu haruslah pada sesuatu yang lebih mendalam dan tidak dapat diamati oleh panca indera. Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron.[5]
            To apeiron berasal dari Bahasa Yunani a=tidak dan eras=batas. Ia merupakan suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu. Ia bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala sesuatu. Dari prinsip inilah berasal segala sesuatu yang ada di dalam jagad raya sebagai unsur-unsur yang berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang basah, malam dan terang). Kemudian kepada prinsip ini juga semua pada akhirnya akan kembali.[6]
PHYSIS ITU BERNAMA APEIRON
            Seperti juga gurunya, Anaximandros mencari asal dari segalanya. Ia tidak menerima begitu saja apa yang diajarkan gurunya. Yang dapat diterima akalnya ialah bahwa yang asal itu satu, tidak banyak. Tetapi yang satu itu bukan air. Menurut pendapatnya, barang asal itu tidak berhingga dan tidak berkeputusan. Ia bekerja selalu dengan tiada henti- hentinya, sedangkan yang dijadikannya tidak berhingga banyaknya. Jika benar kejadian itu tidak berhingga, seperti yang lahir kelihatan, maka yang “asal” itu mestilah tidak berkeputusan.
            Yang asal itu, yang menjadi dasar alam dinamai oleh anaximandros “Apeiron”. Apeiron itu tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan salah satu barang yang kelihatan di dunia ini. Segala yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan dengan panca indera kita, adalah barang yang mempunyai akhir, yang berhingga. Segala yang tampak dan terasa dibatasi oleh lawannya. Yang panas dibatasi oleh yang dingin. Di mana yang bermula dingin, di sana berakhir yang panas. Yang cair dibatasi oleh yang beku, yang terang oleh yang gelap. Dan bagaimana yang berbatas itu akan dapat memberikan sifat kepada yang tidak berkepunyaan?
            Simplicius mengatakan bahwa Anaximandros berbicara tentang proses menjadi dan hilangnya alam semesta. Menurutnya, semua terjadi  menurut tatatan waktunya  : artinya, secara teratur, segala hal yang muncul pada waktunya akan dibalas/ditebus. Tanaman tumbuh dan berkembang dari tanah dengan mengambil unsur-unsur dari dalam tanah. Pada waktunya, tanaman akan mati, membusuk dan materinya dikembalikan lagi menjadi tanah. Saat tanaman tumbuh, ia melakukan ketidakadilan kepada tanah karena ia menyerap unsur-unsurnya untuk kehidupannya.
            Tanaman  mencuri  apa-apa yang diperlukannya dari tanah. Namun, sekali tanaman itu mati dan membusuk, ia menebus (membalas) ketidakadilan yang ia lakukan dengan menjadi unsur-unsur bagi tanah. Hujan jatuh dari udara, lalu air hujan akan diuapkan oleh panas matahari, dan ia akan kembali menjadi udara lagi. Hujan (air) mengambil substansi airnya dari udara, ia  mencurinya dari udara. Setelah jatuh, ia akan diuapkan untuk  menebus kembali  udara. Semua kemunculan dan hilangnya segala sesuatu terjadi menurut aturan yang sudah ditatankan dalam waktu.
Simplicius juga berbicara tentang sebuah physis  bernama ketakterbatasan (apeiron) sebagai asal dan akhir segala sesuatu. Sama seperti Thales gurunya, Anaximandros juga menemukan satu prinsip  : ketakterbatasan. Apeiron ini tidak sama dengan salah satu dari berbagai unsur yang menyusun dunia kita yang kelihatan ini. Alasannya sederhana : karena semua materi yang kita kenal derajatnya sejajar (air menjadi udara, udara menjadi air ; kayu menjadi tanah, tanah menjadi kayu). Tak satu pun unsur dasariah dunia inderawi ini memiliki primasi dibandingkan unsur lain sehingga tidak bisa dikatakan menjadi  prinsip.
Prinsip itulah yang memunculkan alam semesta ini berkat sebuah  gerak abadi  (mengapa harus abadi  gerakan ini ? ya karena gerakan inilah yang memunculkan alam semesta, kalau gerakan ini digerakkan oleh sesuatu , artinya kita harus mencari  sesuatu  yang menggerakkan itu, dan seterusnya tanpa henti. Awal segala sesuatu akhirnya sulit diterangkan. Itu makanya, dipostulatkan – dinyatakan – bahwa gerak ini  abadi ).
Gerakan inilah yang memunculkan  semua langi-langit dan dunia-dunia yang ada di dalamnya”, dan ia tidak pernah berhenti. Gerakan ini terus menerus  memunculkan sesuatu . Dan untuk bisa memunculkan itu, gerakan ini butuh sebuah materi . Karena “materi” yang dibutuhkan akan digerakkan terus untuk senantiasa memunculkan sesuatu, maka “materi” itu haruslah sesuatu yang “tak bisa habis, tak terbatas”.
-          Dari “materi dasar” (prinsip) ini lalu muncul: langit-langit dan semua “elemen” yang ada di dunia. Dari situ baru muncullah apa-apa yang kita kenali di dunia ini. Dan semua itu masih dikendalikan oleh gerak abadi tersebut sehingga muncullah  sebah SIKLUS teratur kejadian-kejadian yang semuanya taat pada tatanan waktu.
-          Ini semua adalah tafsir  yang belum tentu benar (mengingat sekalilagi minimnya teks, dan sumber yang kita gunakan adalah sumber-sumber yang  jauh  setelah kehidupan Anaximandros sendiri).

Pandangan tentang Alam Semesta

            Dengan prinsip to apeiron, Anaximandros membangun pandangannya tentang alam semesta. Menurut Anaximandros, dari to apeiron berasal segala sesuatu yang berlawanan, yang terus berperang satu sama lain. Yang panas membalut yang dingin sehingga yang dingin itu terkandung di dalamnya. Dari yang dingin itu terjadilah yang cair dan beku. Yang beku inilah yang kemudian menjadi bumi. Api yang membalut yang dingin itu kemudian terpecah-pecah pula. Pecahan-pecahan tersebut berputar-putar kemudian terpisah-pisah sehingga terciptalah matahari, bulan, dan bintang-bintang. Bumi dikatakan berbentuk silinder, yang lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Bumi tidak jatuh karena kedudukannya berada pada pusat jagad raya, dengan jarak yang sama dengan semua benda lain.[7]
            Mengenai bumi, Thales telah menjelaskan bahwa bumi melayang di atas lautan. Akan tetapi, perlu dijelaskan pula mengenai asal mula lautan. Anaximandros menyatakan bahwa bumi pada awalnya dibalut oleh udara yang basah. Karena berputar terus-menerus, maka berangsur-angsur bumi menjadi kering. Akhirnya, tinggalah udara yang basah itu sebagai laut pada bumi.

Pandangan tentang Makhluk Hidup

            Mengenai terjadinya makhluk hidup di bumi, Anaximandros berpendapat bahwa pada awalnya bumi diliputi air semata-mata. Karena itu, makhluk hidup pertama yang ada di bumi adalah manusia. Karena panas yang ada di sekitar bumi, ada laut yang mengering dan menjadi daratan. Di ditulah, mulai ada makhluk-makhluk lain yang naik ke daratan dan mulai berkembang di darat. Ia berargumentasi bahwa tidak mungkin manusia yang menjadi makhluk pertama yang hidup di darat sebab bayi manusia memerlukan asuhan orang lain pada fase awal kehidupannya. Karena itu, pastilah makhluk pertama yang naik ke darat adalah sejenis ikan yang beradaptasi di daratan dan kemudian menjadi manusia.[8]
            manusia adalah suatu bagian dalam dunia ini yang ada setealah dunia dan segala makhluk hidup yang ada, itu dikarenakan tidak mungkin manusia dapat hidup tanpa adanya bahan makanan dan lainnya.
            Ajaran
            Anaximandros juga mencari prinsip terakhir yang dapat memberikan pengertian mengenai kejadian-kejadian dalam alam semesta. Tetapi ia tidak memilih salah satu anasir yang bisa diamati panca indra. Pemikirannya lebih subtil. Menurut dia prinsip terakhir itu ialah to apeiron : “ yang tak terbatas” (peras = batas). Apeiron itu bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan dan meliputi segala-galanya. Aristoteles menerangkan alasan mengapa anaximandros menunjukan apeiron itu sebagai prinsip fundamental. Kalau seandainya prinsiop itu sama saja dengan salah satu anasir seperti misalnya air pada gurunya Thales, maka air itu meresapi segala-galanya; dengan lain perkataan, air itu tak berhingga. Tetapi kalau  demikian, tidak ada tempat lagi untuk anasir yang berlawanan dengannya: air sebagai anasir basah akan mengekslusikan api yang merupakan anasir kering. Dari sebab itu anaximandros tidak puas dengan menunjukan salah satu anasir sebagai prinsip terakhir, melainkan ia mencari sesuatu yang lebih mendalam, yang tidak dapat diamati oleh panca indra.[9]
            Bagaimana dunia timbul dari prinsip “yang tak terbatas” itu ? oleh karana suatu penceraian (ekkrisis), maka dilepaskan dari aperion itu unsur-unsur yang berlawanan (ta enentia): yang panas dan dingin, yang kering dan basah. Unsur-unsur itu selalu berperang yang satu dengan yang lain. Musim panas, misalnya, selalu mengalahkan musim dingin, dan sebaliknya. Tetapi bilamana unsur itu menjadi dominan, maka keadaan ini tidak dirasakan tidak adil (adikia), keseimbangan neraca harus dipulihkan kembali. Jadi, ada suatu unsur-unsur yang menguasai dunia, dan hukum itu dengan satu nama etis disebut keadilan.
            Kejadian dunia lebih lanjut agaknya dainggap anaximandros sebagai berikut. Sesudah penceraian yang tersebut tadi, suatu gerak berputar memisahkan yang dingin dari yang panas. Yang panas memalut yang dingin, sehingga bersama-sama merupakan suatu bola raksasa. Karena kepanasan, maka dalam yang dingin itu air mulai melepaskan diri dari tanah dan mulai berkembang juga udara atau kabut. Karena tekanan yang disebabkan oleh udara itu, bola meletus menjadi sejumlah lingkaran. Tiap-tiap lingkaranterdiri dari api yang dilingkupi dengan udara. Karena  setiap lligkaran mempunyai lobang, api yang terkandung di dalamnya dapat dilihat. Itulah matahari, bulan, dan bintang-bintang. Apabila lobang di tutupi dengan udara / kabut, terjadilah gerhana matahari dan bulan.
            Bumi berbentuk silinder, yang lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Tentang bumi anaximandros menjawab juga pertanyaan yang seringkali diajuakan dalam kalangan orang yunanai: apa sebab bumi tidak jatuh? Thales sudah menjawab bahwa bumi terletak diatas air. Tetapi kalau begitu, harus diterangkan lagi letaknya air sendiri. Amaximandros mengatakan bahwa bumi tidak bersandar atas sesuatupun juga. Bumi tidak jatuh karena kedudukannya persis dalam pusat jagat raya, dengan jarak yang sama terhadap semua badan lain. Akibatnya tidak ada lasan yang menyebabkan dia jatuh.
            Menurut anaximandros ada banyak dunia, jumlahnya tidak terbilang. Para ahli sejarah filsafat yunani tidak setuju apakah ini harus dimengerti secara suksesiv (banya dunia berturut-turut) atau apakah maksudnya banyak dunia sekaligus. E. Zeller misalnya menganut pendirian pertama, sedangkan J. Burnet mempertahankan pendirian kedua.
            Akhirnya, kitaharus memandang pokok ajaran yang mengherankan bagi orang modern, sebab sudah mirip dengan teori evolusi yang akan dirumuskan baru 24 abad sesudahnya. Menutrut Anaximandros semua mahluk yang hidup (termasuk juga manusia) berasal dari air: bentuk hidup yang pertama adalah ikan. Ketika tanah semakin menjadi kering, akibat air disinari panas terik api, maka mahluk hidup juga mulai berkembang diatas bumi.[10]
            Mengenai manusia Anaximandros mengatakan bahwa tidak mungkin manusia pertama timbul dari air dalam rupa anak bayi. Sebagai alasan dikemukakan bahwa binatang lain cepat sekali sanggup untuk mencari makan sendiri, sedangkan manusia memerlukan masa cukup lama diamana ia menyusu. seandainya manusia pertama hidup di bumi sebagai anak bayi, ia tentu tidak bisa hidup lama. Dari sebab itu anaximandros beranggapanbahwa manusia manusia yang pertama tumbuh dalam badan seekor ikan. Ia mendasari anggapannya atas observasi (walaupun tidak tepat) bahwa se ekor hiu (galeus levis) di laut yunani melindungi anak-anaknya dalam badannya, kira-kira seperti kanguru. Bilamana manusia-manusia pertama mampu memelihara hidupnya sendiri, maka dilemparkan diatas daratan.
            Kekurangan informasi terntang Anaximandros mengakibatkan banyak lowongan dalam pengetahuan kita tentang ajaran filusuf ini. Namun demikian, apayang kita ketahui sudah cukuplah untuk menarik kesimpulan bahwa Anaximandros adalah seorang yang betul-betul mempunyai daya fikir. Ia mebuka jalan baru untuk mengerti dunia, yang sangat mempengaruhi sejarah filsafat selanjutnya. Ajarannya tentang unsur-unsur yang berlawanan, misalnya, akan diambil ali oleh semua filusuf yunani sesudahnya. Melalui kesaksian-kesaksian yang disimpan, kita juga dapat menetapkan bahwa Anaximandros mendasarkan pendapatnya pada observasi. Itulah suatu langkah penting menuju pengertian rasional tentang dunia. Tetapi kita harus mengakui juga bahwa observasi ini masih jauh dari memuaskan.  

2.     Anaxagoras

                Anaxagoras adalah salah seorang filsuf dari mazhab Pluralisme Filsuf lain yang tergolong di dalam mazhab ini adalah Empedokles. Anaxagoras, sebagaimana Empedokles, mengajarkan bahwa realitas alam semesta berasal dari banyak prinsip. Anaxagoras hidup sezaman dengan Empedokles dan juga para filsuf atomis awal, seperti Leukippos dan Demokritos. Anaxagoras diketahui mengarang satu buku dalam bentuk prosa. Akan tetapi, hanya beberapa fragmen dari bagian pertama yang masih tersimpan.[11]
Anaxagoras banyak melewatkan hidupnya di Athena dan Pericle. Meskipun bobot pemikiran filsafat tidak setara dengan Pythagoras, Heraklitos atau Parmenides, filsuf Anaxagoras bagaimanapun juga memiliki arti historis yang sangat penting dan perlu di apresiasi.
Riwayat hidup
            Anaxagoras lahir di kota Klazomenai di lonia sekitar tahun 500 SM. Ia meninggalkan kota asalnya supaya menetap di Athena da nada kesaksian bahwa ia hidup di situ selama 30 tahun. Mungkin sekali ia pergi kesana selaku prajurit dalam tentara Parsi, karena pada waktu itu Klazomenai termasuk daerah yang ditundukan bangsa Parsi dengan semikian Anaxagoras menjadi filusuf pertama yang hidup dan barkarya di Athena. Mulai sejak saat itu Athena menjadi pusat utama filsafat Yunani yang akan datang dan akan memainkan peranan itu sampai abad ke dua SM. Perikles, jendral dan negarawan ternama dalam zaman geilang kota Athena, disebut sebagai  murid dan sahabat Anaxagoras. Dalam tradisi dikatakan juga bahwa Euripides, dramawan tersohor dalam kesusastraan yunani, termasuk muridnya.[12]
            Pada permulaan karir politik Perikles terjadi suatu perkara pengadilan terhadap Anaxagoras. Ke dua tuduhanyang dikemukakan adalah kedurhakaan (asebeia) dan simpatinya kepada bangsa Parsi. Tetapi agaknya alasan yang sebenarnya ialah bahwa pelawan-pelawan Perikles ingin menentang dia dengan suatu perkara terhadap sahabatnya. Dari Plato kita mendngar apa yang dimaksudkan dengan tuduhan mengenai kedurhakaan.
            Dalam Apologia ia menceritakan bahwa Anaxagoras diruduh karena ia mengajar bahwa matahari adalah batu yang berpijar-pijar dan bulan adalah tanah. Dengan lain perkataan, tuduhannya adalah bahwa ia menganggap matahari dan bulan-bulan semata-mata sebagai benda-benda material, bukan sebagai dewa-dewa. Dengan perantaraan Periklesia dilepaskan dari penjara dan ia melarikan diri ke kota Lampsakos pada Hellespontos, selat sempit yang menceraikan Asia dari Eropa. Menurut kesaksian tertentu ia meniggal disana dalam usia 72 tahun.[13]

Pemikiran

Tentang Benih-Benih sebagai Prinsip Alam Semesta
            Anaxagoras sama seperti Empedokles yang menyatakan bahwa prinsip dasar yang menyusun alam semesta tidaklah tunggal, namun mereka berbeda di dalam jumlahnya. Empedokles menyatakan bahwa hanya ada 4 zat yang menjadi prinsip alam semesta, sedangkan Anaxagoras menyatakan bahwa jumlah prinsip tersebut tak terhingga. Zat-zat tersebut disebutnya "benih-benih" (spermata). Menurut Anaxagoras, setiap benda, bahkan seluruh realitas di alam semesta, tersusun dari suatu campuran yang mengandung semua benih dalam jumlah tertentu.
            Indera manusia tidak dapat mencerap semua benih yang ada di dalam satu benda, melainkan hanya benih yang dominan. Contohnya jikalau manusia melihat emas, maka ia dapat langsung mengenalinya sebagai emas, sebab benih yang dominan pada benda tersebut adalah benih emas. Akan tetapi, pada kenyataannya selain benih emas, benda itu juga mempunyai benih tembaga, perak, besi, dan sebagainya. Hanya saja semua benih tersebut tidak dominan sehingga tidak ditangkap oleh indera manusia.[14]
            Argumentasi yang ditunjukkan oleh Anaxagoras adalah melalui tubuh manusia. Di dalam tubuh manusia terdapat berbagai unsur, seperti daging, kuku, darah, rambut, dan sebagainya. Bagaimana mungkin rambut dan kuku tumbuh, padahal manusia tidak memakan rambut atau kuku? Pemecahan yang diberikan Anaxagoras adalah karena di dalam makanan telah terdapat benih rambut, kuku, daging, dan semua unsur lainnya.
                                                                                                                
a.      Ajaran mengenai benih-benih   
            Tidak gampang menguraikan ajaran Anaxagoras. Ahli-ahli modern tidak sepakat mengenai detail-detail nya. Yang pasti ialah bahwa Anaxagoras juga menolak monisme yang di anut Parmenides. Realitas seluruhnya tidak bersifat satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Seperti Empedokles juga, ia berpendapat bahwa pada banyak unsur itu harus diterapkan pendirian Parmenides tentang “yang ada”, yakni banyak unsur itu tidak di jadikan, tidak berubah dan tidak berada dalam suatu ruang kosong. Akan tetapi, ia tidak setuju dengan Empedokles tentang jumlah unsur. Realitas tidak berdiri dari empat anasir saja, melainkan jumlahnya tak terhingga. Anaxagoras menyebut unsur-unsur itu dengan nama”benih-benih”(spermata).
            Perbedaan ajaran Empedokles dengan Anaxagoras dapat di jelaskan sebagai berikut. Kalau kita membagi-bagi materi, menurut Empedokles kita akan terbentur pada empat anasir. Air misalnya tidak dapat dibagi-bagi lagi menjadi anasir lain. Tiap-tiap anasir mempunyai kualitas-kualitasnya sendiri: air adalah basah, api adalah basah, dan seterusnya. Sebaliknya, Anaxagoras mengatakan “segalanya terdapat dalam segalanya” (fr. 6, 11, 12). Semua benih mengandung semua kualitas.
            Materi dapat dibagi-bagi sampai tak terhingga, tetapi betapapun kecilnya sebagian materi semua kualitas selallu terdapat di dalamnya. Salju misalnya tidak berwarna putih saja, melainkan juga hitam, merah, hijau, dan seterusnya. Dalam tulang juga ada darah, daging, kuku, dan seterusnya. Dengan itu  Anaxagoras memecahkan perso’alan yang diajuka  dalam frsagmen 10: “bagaimanakah dapat (yakni apabila orang makan) rambut tumbuh dari bukan rambut dan daging dari bukan daging? “pemecahan adalah bahwa dalam makanan sudah terdapat baik rambut maupun daging dan juga semua unsur lain.
            Dengan demikian Anaxagoras menganggap realitas seluruhnya sbagai suatu campuran yang mengandung semua benih. Dalam tiap-tiap benda terdapat semua benih, tetapi tidak menurut proporsi yang sama. Panca indra kita tidak cukup tajam untuk melihat semua benih dalam tiap benda. Kita hanya melihat benih-benih yang dominan. Karenanya kita melihat salju sebagai warna putih, tetapi warna-warna lain ada juga. Kita melihat emas sebagai emas, tetapi benih-benih lain seperti perak, besi, tembaga terdapat juga di dalamnya,

Tentang Nous

b.      Ajaran mengenai nus
            Ketika mempelajari pandangan Empedokles, kita sudah mendengar bahwa filusuf itu menerima dua prinsip, “cinta” dan “benci”, yang menyebabkan perubahan-perubahan pada ke empat anasir. Anaxagoras menerima satu prinsip saja yang menyebabkan benih-benih menjadi kosmos. Kepada prinsip ini diberinama nus yang berarti “roh” atau “rasio”. Anaxagoras mengatakakn bahwa nus tiadak tercampur dengan benih-benih dan terpisah dari semua benda. Dengan kata lain, tentang nus tidak boleh dikatakan “semuanya terdapat dalam semuanya”. Nus itu mengenal segala sesuatu dan menguasai segala sesuatu.
            Sudah dalam tradisi Yunani dikemukakan bahawa Anaxagoras, karena ajarannya tentang nus, untuk pertama kalinya dalam filsafat membedakan “yang rohani” dengan “yang jasmani”. Pun dalam beberapa uraian modern tenteng sejarah filsafat dapat kita baca begitu. Tetapi ada sejarawan lain yang mengetengahkan bahwa Anaxagoras juga mengatakan bahwa nus merupakan unsur yang paling halus (leptos) dan paling murni (katharos) dari semua hal yang ada. Jadi, ia masih berbicara tentang nus dengan mempergunakan istilah-istilah yang menurut artinya yang biasa di pakai mengenai materi. Barangkali kita boleh mengikuti anggapan E. Zeller yang berpendapat bahwa Anaxagoras sungguh pun bermaksud menunjukan sesuatu yang bersifat jasmani, tetapi berhasil mengistilahkan maksudnya.
            Kami tidak akan menguraikan panjang lebar Anaxagoras mengartikan susunan kosmos dengan mempergunakan nus sebagai prinsip yang membangkitkan gerak. Kosmologinya mirip dengan anggapan filusuf-filusuf dari Ionia, Anaximenes pada khususnya. Kami hanya menyebut dua pokok ajaran saja. Anaxagoras berpendapat bahwa badan-badan jagat raya merupakan batu-batu yang menjadi pijar, akibat kecepatan tinggi dari pusaran angin yang menggerakanya. Dalam riwayat hidup Anaxagoras kita sudah melihat bahwa pendirian ini dijadikan tuduhan di depan pengadilan. Mungkin pendiriannya dipengaruhiileh jatuhnya meteorit raksasa di Aigospotamoi pada tahun 468/7 SM. Kejadian ini menimbulkan kesan mandalam di dunia Yunani, sebagai mana nyata dalam banyak kesaksian pada waktu itu.[15]
            Pokok ajaran yang  kedua dari kosmologi Anaxagoras yang boleh disebut disini adalah sebagai berikut. Anaxagoras adalah filusuf pertama yang membedakan secara jalas mahluk-mahluk yang hidup dengan mahluk-mahluk yang tidak hidup. Nus memang menguasai segala-galanya, tetapi nus tidak ada dalam mahluk-mahluk yang tidak hidup, sedangkan dalam mahluk-mahluk yang hidup (termasuk juga tumbuh-tumbuhan) nus ada.
            Seperti Empedokles sebelumnya, Anaxagoras juga berbicara tentang pengenalan. Tetapi Anaxagoras tidak setuju dengan Empedokles bahwa yang sama mengenal yang sama. Sebaliknya, menurut dia yang berlawanan mengenal yang berlawanan. Alasannya ialah bahwa pengenalan indrawi sering kali disertai dengan nyeri (misalnya bila tangan meraba air panas atau mata melihat terang yang bercahaya keras).   
Tentang Alam Semesta
            Ajaran Anaxagoras tentang alam semesta mirip dengan filsuf-filsuf pertama dari Ionia, khususnya Anaximenes. Anaxagoras berpendapat bahwa badan-badan jagat raya terdiri dari batu-batu yang berpijar akibat kecepatan tinggi dari pusaran angin yang menggerakkannya.[16]
Tentang Makhluk Hidup
            Anaxagoras adalah filsuf pertama yang membedakan secara jelas antara makhluk hidup dengan yang tidak hidup.  Dikatakan bahwa nous memang menguasai segala-galanya, namun tidak ada di dalam makhluk yang tidak hidup, termasuk tumbuh-tumbuhan.
Tentang Pengenalan
            Berbeda dari Empedokles yang menyatakan bahwa yang sama mengenal yang sama, menurut Anaxagoras prinsip pengenalan justru yang berlawanan mengenal yang berlawanan. Argumentasi yang diberikan olehnya adalah pengenalan inderawi manusia yang disertai rasa nyeri, misalnya bila tangan meraba air panas, atau mata melihat benda yang terlalu terang.[17]

2. Filusuf-filusuf Atomis

1. Leukippos dan Demokritos

            Leukippos adalah seorang filusuf yang merintis mazhab atomisme Ia juga merupakan guru dari Demokritos Di dalam filsafat Atomisme, pemikiran Demokritos lebih dikenal ketimbang Leukippos, meskipun amat sulit membedakan antara pandangan Leukippos dan Demokritos. Para ahli masa kini menganggap bahwa Leukippos merumuskan garis besar ajaran-ajaran atomisme, lalu Demokritos mengembangkan pemikiran gurunya lebih lanjut.[18]

a.      Riwayat hidup Leukippos
            Riwayat hidup Leukippos (sekitar abad ke-5 SM) sulit diketahui sebab hanya sedikit sumber kuno yang berbicara tentang kehidupan dan karyanya. Epikuros dan Samos bahkan membantah bahwa Leukippos adalah tokoh historis. Akan tetapi, Aristoteles dan Theopratos, muridnya, menyatakan Leukippos sebagai pendiri mazhab Atomisme, dan kesaksian mereka lebih dipercaya para ahli masa kini.[19]
            Leukippos adalah pendasar aliran atomisme. Tetapi kurang sekali informasi yang kita punya tentang kehidupan dan keaktifannya. Menurut kebanyakan kesaksian ia berasal dari kota Miletos, tetapi ada juga kesaksian yang mengatakan bahwa ia berasal dari Elea. Dikemudian hari Epikuros dari samos (341-270) akan membantah bahwa Leukippos adalah tokoh historis. Lalu beberapa sejarawan modern telah mengikuti pendapat ini. Tetapi Aristoteles dan muridnya Theopharastos menganggap Leukippos sebagai pendiri madzhab atomisme dan tidak mungkin mereka keliru dalam hal ini.[20]
            Tempat kelahiran Leukippos tidak diketahui, namun ada sumber kuno yang mengatakan bahwa Leukippos berasal dari kota Miletos atau kota Elea. Leukippos dikatakan memiliki hubungan dengan Mazhab Elea. Ada kemungkinan ia menetap di Elea beberapa waktu dan merumuskan filsafatnya sebagai kritik atas filsafat Elea.[21]
            Menurut beberapa kesaksian, Leukippos mempunyai hubungan dengan madzhab Elea. Mungkin ia menetap di sana untuk beberapa waktu dan merumuskan filsafatnya sebagai kritik atas filsafat Elea. Tidak ada data-data yang menyatakaan bahwa ia menetap di Abdera, tempat asal muridnya, Demokritos, dan kota yang menjadi pusat Atomisme dikemudian hari. Aristoteles dan filusuf-filusuf sesudahnya seringkali menggabungkan nama Leukippos dengan nama Demikritos, bila ia menguraikan ajaran Atomisme. Dari sebab itu bagi kita hampir tidak mungkin lagi membedakan fikiran-fikiran Leukippos dengan fikiran-fikiran Demokritos. Boleh diandaikan bahwa ajaran Atomisme menurut garis besarnya berasal dari Leukippos, lalu dikembangkan lebih lanjut oleh Demikritos.

Pemikiran

Tentang Atom
            Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pemikiran Leukippos dan Demokritos sulit untuk dipisahkan sehingga untuk mengetahui lebih banyak tentang konsep atom kita perlu mempelajari Demokritos. Ada satu catatan dari Simplicius yang berbicara sedikit tentang konsep atom Leukippos. Menurut Leukippos, atom adalah elemen yang tak terbatas dan abadi, terus bergerak, serta memiliki bentuk yang jumlahnya tak terbatas. Atom inilah yang membentuk segala sesuatu yang ada. Selain itu, atom-atom tersebut bersifat padat dan penuh.[22]
Determinisme
            Leukippos juga mengajarkan semacam pandangan determinisme di dalam satu fragmennya yang masih tersisa. Leukippos mengatakan:
            "Tidak ada satu hal pun yang terjadi secara sembarangan, melainkan semuanya terjadi karena maksud tertentu dan kebutuhan tertentu" (di dalam bahasa Inggris, "No thing happens in vain, but all things for reason and by necessity.").[23]

Demokritos

            Demokritos adalah seorang filusuf yang termasuk di dalam mazhab atomisme Ia adalah murid dari Leukippos, pendiri mazhab tersebut. Demokritos mengembangkan pemikiran tentang atom sehingga justru pemikiran Demokritos yang lebih dikenal di dalam sejarah filsafat.[24]
            Selain sebagai filsuf, Demokritos juga dikenal menguasai banyak keahlian. Sayangnya, karya-karya Demokritos tidak ada yang tersimpan. Demokritos menulis tentang ilmu alam, astronomi, matematika, sastra, epistimilogi, dan etika Ada sekitar 300 kutipan tentang pemikiran Demokritos di dalam sumber-sumber kuno. Sebagian besar kutipan-kutipan tersebut berisi tentang etika.[25]
b.      Riwayat hidup Demokritos
            Demokritos lahir di kota Abdera di pesisir Thrake di Yunani utara. Ia hidup kira-kira tahun 460 sampai  tahun 370. Ia berasal dari keluarga yang kaya raya. Diceritakan bahwa ,asa muda nya ia mempergunakan warisannya untuk bepergian ke mesir dan negri-negri timur lainnya. Selain menjadi murid Leukippos, Ia juga belajar kepada Anaxagoras dan Philolaos Hanya sedikit yang dapat diketahui dari riwayat hidup Demokritos. Banyak data tentang kehidupannya telah tercampur dengan legenda-legenda yang kebenarannya sulit dipercaya Banyak data tentang hidupnya tercampur dengan legenda-legenda yang keberadaanya tidak dapat dipercaya.

            Meskipun ia hidup sezaman dengan Socrates, bahkan usianya lebih muda, namun Demokritos tetap digolongkan sebagai filsuf pra-sokratik. Hal ini dikarenakan ia melanjutkan dan mengembangkan ajaran atomisme dari Leukippos yang merupakan filsuf pra-sokratik. Ajaran Leukippos dan Demokritos bahkan hampir tidak dapat dipisahkan. Selain itu, filsafat Demokritos tidak dikenal di Athena untuk waktu yang cukup lama. Misalnya saja, Plato tidak mengetahui apa-apa tentang Atomisme. Baru Aristoteles yang kemudian menaruh perhatian besar terhadap pandangan atomisme.[26]
            Yang pasti ialah bahwa Demokritos harus dipandang sebagai seorang sarjana yang menguasai banyak keahlian. Kita talah mewarisi suaut daftar dari abad pertama sesudah masehi yang menyebutkan  70 karya karangan Demokritos tentang bermacam-mcam pokok: kosmologi, matematika, astronomi, logika, etika, teknik, music, puisi, dan lain-lain.Satu karya pada daftar tu diatasnamakan Leukippos.
            Dari sebab itu, boleh diperkirakan semua karya itu merupakan buah pena dari mazhab Abdera pada umumnya dan bukan saja karngan Demokritos sendiri. Sekarang kita hanya memiliki kira-kira 300 fragmen pendek saja, kebanyakan tentang etika dan pasti tidak semua otentik. Filusuf roma yang bernama cicero mengagumi gaya bahasa Demokritos yang di setarapkannya dengan gaya bahasa Plato.
            Sebenarnya Demokritos tidak boleh dihitung lagi sebagai filusuf prasokratik karena usianya lebih muda dari Socrates. Tetapi ada beberapa alasan yang menyababkan bahwa Demokritos sebaiknya dibicarakan dalam rangka filsafat prasokratik. Pertama-tama, seperti sudah dikatakan diatas,  ajaran Leukippos, yang tentu termasuk filsafat prasokratik hampir tidak dapat dipisahkan dari ajaran Demokritos. Selanjutnya, problematik filsafat Demokritos masih terbatas pada masalah-masalah yang diajukan oleh filsafat prasokratik. [27]
            Demokritos tidak dipengaruhi oleh filsafat gaya baru yang berkembang di Athena dalam kalangan socrates. Dari lain pihak, rupanya di Athena filsafar Demokritos cukup lama tidak di kenal. Plato tidak mengetahui Atomisme. Tetapi Aristoteles, yang juga berasal dari yunani utara, menaruh perhatian besar untuk pandangan Atomisme dan karenanya merupakan sumbar informasi yang penting.

Pemikiran

Tentang Atom
            Demokritos dan gurunya, Leukippos, berpendapat bahwa atom adalah unsur-unsur yang membentuk realitas. Di sini, mereka setuju dengan ajaran pluralisme dan empedokles dan Anaxagoras bahwa realitas terdiri dari banyak unsur, bukan satu. Akan tetapi, bertentangan dengan Empedokles dan Anaxagoras, Demokritos menganggap bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat dibagi-bagi lagi. Karena itulah, unsur-unsur tersebut diberi nama atom (Bahasa yunani atomos: a berarti "tidak" dan tomos berarti "terbagi").[28]

            Atom-atom tersebut merupakan unsur-unsur terkecil yang membentuk realitas. Ukurannya begitu kecil sehingga mata manusia tidak dapat melihatnya. Selain itu, atom juga tidak memiliki kualitas, seperti panas atau manis. Hal itu pula yang membedakan dengan konsep zat-zat Empedokles dan benih-benih dari Anaxagoras. Atom-atom tersebut berbeda satu dengan yang lainnya melalui tiga hal: bentuknya(seperti huruf A berbeda dengan huruf N), urutannya (seperti AN berbeda dengan NA), dan posisinya (huruf A berbeda dengan Z dalam urutan abjad). Dengan demikian, atom memiliki kuantitas belaka, termasuk juga massa. Jumlah atom yang membentuk realitas ini tidak berhingga.[29]
            Selain itu, atom juga dipandang sebagai tidak dijadikan, tidak dapat dimusnahkan, dan tidak berubah. Yang terjadi pada atom adalah gerak. Karena itu, Demokritus menyatakan bahwa "prinsip dasar alam semesta adalah atom-atom dan kekosongan". Jika ada ruang kosong, maka atom-atom itu dapat bergerak. Demokritus membandingkan gerak atom dengan situasi ketika sinar matahari memasuki kamar yang gelap gulita melalui retak-retak jendela. Di situ akan terlihat bagaimana debu bergerak ke semua jurusan, walaupun tidak ada angin yang menyebabkannya bergerak. Dengan demikian, tidak diperlukan prinsip lain untuk membuat atom-atom itu bergerak, seperti prinsip "cinta" dan "benci" menurut Empedokles. Adanya ruang kosong sudah cukup membuat atom-atom itu bergerak.
2. Ajaran Atomisme
          Filusuf-filusuf atomis juga berusaha memecahkan masalah yang diajarkan mazhab Elea. Seperti Empedokles dan Anaxagoras merekapun berpendapat bahwa realitas seluruhnya bukanlah satu, melainkan terdiridari banyak unsur. Dalam ini mereka sepaham dengan ajaran pluralisme. Tetapi bertentangan dengan Empedokles dan Anaxagoras mereka berfikir bahwa unsur-unsur itu tidak dapat dibagi-bagi. Karenanya unsur-unsur itu dinamai “atom”. Atom-atom itu merupakan bagian-bagian materi yang begitu kecil, sehingga mata kita tidak mampu mengamatinya.[30]
            Dengan tiga cara atom-atom itu barbada satu sama lain. Tetapi atom-atom itu sama sekali tidak mempunyai kualitas, itulah perbedaan lain bagi dengan anasir-anasir Empedokles dan benih-benih Anaxagoras.
            Menurut Leukippos dan Demokritos jumlah atom tidak berhingga. Tentang setiap atom dapat dikatakan apa yang telah dikatakan Parmenides tentang “yang ada” :tidak di jadikaan, tidak dapat di musbahkan, tidak berubah. Tetapi mereka tidak setuju dengan filusuf elea itu, sejauh ia berpendapat bahwa tidak ada ruang kosong. Sebab seandainiya tidak ada ruang kosong, bagaimanakah mungkin atom-atom daapt bergerak?suatu atom hanya dapat menduduki suatu tempat tertentu, bila sebelumnya tempat itu kosong. Aristoteles menyingkatkan pendirian Leukippos dengan mengatakan bahwa menurut dia “ yang tidak ada “ ada seperti juga “ yang ada”.
            Rumus yangtidak enak kedengarannya bagi telinga filosofis itu dapat dimengrti dalam knteks uraian Aristoteles. Dengan  “yang tidak ada” dimaksudkan ruang kosong. Ia menyebutnya “yang tidak ada”, karena cara beradanya tidak dapat disamakan dengan sesuatu yang materil, seperti udara misalnya. Jadi, maksudnya ialah bahwa ruang kosonsg harus dianggap real; sama real seperti benda-benda materiil. Ruanag merupakan suatu real sebagai syarat untuk geraknya atom-atom. Kita dapat menyimpulkan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari dua hal: di satu pihak atom-atom yang dinamai “yang penuh”dan di lain pihak ruang dimana atom-atom bergerak, yang dinamai “yang kosong”.[31]
            Para atomis menyangka bahwa atom-atom selalu bergerak. Apakah sifatnya gerak itu? Epikuros yang melanjutkan teori atomisme di kemudian hari (sekitar awal abad ke-3 SM), akan mengatakan bahwa atom-atom itu menuju kebawah dwngan gerak garis lurus. Dengan lain perkataan, atom-atom itu selalu mempunyai kecenderungan untuk jatuh. Ia bisa berpendapat demikian, karena ia menganggap setiap atom mempunyai berat tertentu. Pendapar tentang gerak atom ini tentu belum terdapat pada Leukippos dan Demokritos, karena bagi mereka atom-atom tidak mempunyai berat. Mereka menganggap gerak sebagai gerak yang spontan.
            Demokritos membandingkan gerak atom dengan apa yang terlihat, bial mana sinar matahari memasuki kamar yang gelap gulita melelui retak-retak dalm penutup jendela. Bagian-bagian debu yang halus sekali menari-nari ke semua jurusan. Tetapi toh tidak ada angin yang menyebabkannya bergerak. Demikian juga atom-atom bergerak ke semua urusan.
            Dalam hal ini para atomis tidak merasa perlu untuk menunjukan suatu penyabab khusus yang mengakibatkan gerak itu. Dengan itu mereka menyimpang dari pendirian Empedokles dan Anaxgoras yang masing-masing mengemukakan cinta dan benci atau nus  sebagai penyaban gerak. Bagi para atomis adanya ruang kosong sudah cukup sebagai syarat yang memungkinkan gerak atom.
            Karena atom-atom berrbeda menurut bentuk, bisa terjadi bahwa sejumlah atom mengait satu sama lain. Atom-atom yang dikaitkan demikian mulai bergerak dengan gerak berputar. Makin lama makin banyak atom mengambil bagian dalam gerak itu. Badan-badan (kumpulan atom-atom) yang lebih besar tinggal dalam pusat gerak itu dan badan-badan yang lebih halus dilontarkan ke ujungnya. Demikianlah kosmos kita dibentuk. Leukippos dan Demokritos berpikir bahwadengan cara ini banyak dunia ditimbulkan. Dan mereka pasti bermaksud bukan saja banyak dunia berturut-turut,melainkan juga banyak dunia sekaligus (dulu pada Anaximandros hal itu belum jelas).
Tentang Dunia
            Dunia dan seluruh realitas tercipta karena atom-atom yang berbeda bentuk saling mengait satu sama lain. Atom-atom yang berkaitan itu kemudian mulai bergerak berputar, dan makin lama makin banyak atom yang ikut ambil bagian dari gerak tersebut. Kumpulan atom yang lebih besar tinggal di pusat gerak tersebut sedangkan kumpulan atom yang lebih halus dilontarkan ke ujungnya. Demikianlah dunia terbentuk.[32]
Tentang Manusia
Tentang manusia, Demokritos berpandangan bahwa manusia juga terdiri dari atom-atom. Jiwa manusia digambarkan sebagai atom-atom halus.[33] Atom-atom ini digerakkan oleh gambaran-gambaran kecil atas suatu benda yang disebut eidola. Dengan demikian muncul kesan-kesan indrawi atas benda-benda tersebut.[34]
3.     Ajaran Demokritos mengenai manusia
            Ajaran Demokritos tentang manusia menenruskan prinsip-prinsip atomisme yang diuraikan diatas. Jiwa juga terdiri dari atom-atom, yaitu atom-atom bundar yang tidak mengait atom-atom lain dan dengan gampang masuk antara semua atom lain.
            Atas dasar atomisme, Demokritos menyodorkan suatu teori tentang pengenalan indrawi. Tiap-tiapbenda mengeluarkan gambaran-gambaran kecil yang terrdiri dari atom-atom dam bentuk sama seperti benda itu. Gambaran-gambaran ini masuk panca indra dan denan demikian disalurkan ke arah jiwa yang juga terdiri dari atom-atom dari gambaran-gambaran itu bersentuh dengan atom-atom jiwa. Karenanya, menurut Demokritos, bukan saja peraba yang bekerja berdassrkan kontak langsung, melainkan juga semua macam indrawi lainnya dilakukan denga cara itu.
            Dengan teori tentang pengenalan indrawi ini Demokritos berhasil mengartikan cara manusia mengamati kualitas-kualitas. Kita sudah menyadari bahwa atom-atom tidak mempunyai kualita manapun juga, ciri-cirinya semua bersifat kuantitatif belaka. Tetapi kontak atom-atom tentu dengan atom-atom jiwa mengakibatkan kita mengamati kualitas-kualitas. Kita merasa manis, karena jiwa bersentuhan dengan atom atom yang licin, merasa pahit, karena jiwa atom bersentuhan dengan yang kesat, kita merasa panas, karena atom-atom yang ada di air kita raba dengan tangan bergerak dengan kecepatan lebih tinggi, dengan demikian semua kualitas dapat diartikan atas dasar kejadian yang bersifat yang kuantitatif saja.
            Itulah sebabnya kualitas-kualitas sebenarnya hanya terdapat pada si subjek saja. Atau dengan kata lain, kualitas-kualitas bersifat sujektif, biarpun diakibatkan oleh sesuatu yang objektif, yaitu atom-atom. Dalam benda-benda sendiri tidak ada warna atau kualitas lain. Dalam realitas objektif tidak ada sesuatu yang lain dari pada atom-atom dan ruang. Jadi, teori Demokritos ini sebagian besar sama dengan teori mengenai “scundary qualities” yang akan diajukan oleh filusuf inggris john locke pada abad ke-17 berdasarkan prinsip-prinsip Descartes.[35]
            Sesudah uraian diatas kiranya sudah jelas bahwa Demikritos membedakan pengenalan indrawi dengan pengenalan rasional. Pengenalan indrawi itu tidak benar, karena tidak memberitahukan kepada kita bagaimana keadaan kenyataan itu sendiri. Panca indra tidak mampu mengamati atom-atom. Pengenalan rasional memperkenalkan kita dengan kenyataan yang sebenarnya. Karenanya Demokritos dekat dengan Parmenides yang mengataka pula bahwa panca indra tidak dapat di percaya dan bahwa manusia harus memihak kepada rasio. Akan tetapi disini Demikritos menghadapi kesulitan yang tidak kecil. Karena,jiwa juga terdiri dari atom-atom dan akibatnya segalamacam pengenalan berlangsung berdasarkan atom-atom.
            Dalam teori Demokritos sebetulnya tidak ada pada tempatnya membedakan penganalan  indrawi dengan pengenalan rasional. Dalam anggapan Demokritos tiap-tiap macam penganalan tidak lain dari pada  suatu proses jasmani saja. Rupr-rupanya Demokritos sendiri menyadari kesulitan ini, karena dalam fragmen 125 panca indra menyapa rasio sebagai berikut, “hai rasio malang engkau menyanggah kami (panca indra) dengan argumen-argumen yang berasal dari kami sendiri. Dengan menyanggah kami engkau sendiri akan jatuh juga”.
            Akhirnya, kita dapat menyimpulkan bahwa ajaran atomisme ini tersusun secara konsekuen sekali. Seluruh realitas di reduksi menjadi unsur-unsur kuantitatif saja, yakni atom-atom. Para atomis melukiskan dunia sebagai suati sistem mekanistis, dimana hanya gerak ditambahkan pada materi kuantitatif.
            Dengan demikian mereka memelopori ilmu pengetahuan alam yang moderen. Tidak mengherankan bahwa saat itu ilmu pengetahuan alam moderen mulai berkembang, para filusuf menaruh perhaian khusus kepada teori atomisme dari zaman kuno. Demikian lah filusuf francis dari abad ke-17 yang bernama pierre gassendi dan sebagian juga rene descartes.
            Disini kita dapat mengejukan pertanyaan, yang lebih dulu sudah diajukan pula mengenai filusuf prasocratic lainnya. Apakah atomisme ini boleh disebut sustu materialisme? Rupanya kita mesti menjawab bahwa sistem Leukippos dan Demokritos ini memeng harus dianggap sebagai materialisme. Dengan sengaja mereka menyamarkan realitas seluruhnya dngan unsur-unsur materi saja. Tidak ada tempat lagi untuk sesuatu yang tidak bersifat materil. Dari sebab itu atomismse boleh dianggap sebagai protoytpe bagi semua materealistis dan mekanistis yang akan timbul dalam sejarah filsafat.[36]
Tentang Pengenalan
            Sebelumnya telah dikatakan bahwa setiap benda, yang tersusun atas atom-atom, mengeluarkan gambaran-gambaran kecil yang disebut eidola. Gambaran-gambaran inilah yang masuk ke panca indra manusia dan disalurkan ke jiwa. Manusia dapat melihat karena gambaran-gambaran kecil tersebut bersentuhan dengan atom-atom jiwa. Proses semacam ini berlaku bagi semua jenis pengenalan indrawi lainnya.[37]
            Lalu bagaimana dengan kualitas yang diterima oleh indra manusia, seperti pahit, manis, warna, dan sebagainya? Menurut Demokritos atom-atom tersebut tidak memiliki kualitas, jadi darimana kualitas-kualitas seperti itu dirasakan oleh manusia? Menurut Demokritos, kualitas-kualitas seperti itu dihasilkan adanya kontak antara atom-atom tertentu dengan yang lain. Misalnya saja, manusia merasakan manis karena atom jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang licin. Kemudian manusia merasakan pahit bila jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang kasar. Rasa panas didapatkan karena jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang bergerak dengan kecepatan tinggi.[38]
            Dengan demikian, Demokritos menyimpulkan bahwa kualitas-kualitas itu hanya dirasakan oleh subyek dan bukan keadaan benda yang sebenarnya. Karena itulah, Demokritos menyatakan bahwa manusia tidak dapat mengenali hakikat sejati suatu benda. Yang dapat diamati hanyalah gejala atau penampakan benda tersebut. Demokritos mengatakan:
                                                                                                                       
            "Tentunya akan menjadi jelas, ada satu masalah yang tidak dapat dipecahkan, yakni bagaimana keadaan setiap benda dalam kenyataan yang sesungguhnya...Sesungguhnya, kita sama sekali tidak tahu sebab kebenaran terletak di dasar jurang yang dalam."[39]

Etika

            Menurut Demokritos, nilai tertinggi di dalam hidup manusia adalah keadaan batin yang sempurna (euthymia). Hal itu dapat dicapai bila manusia menyeimbangkan semua faktor di dalam kehidupan: kesenangan dan kesusahan, kenikmatan dan pantangan. Yang bertugas mengusahakan keseimbangan ini adalah rasio.[40]
4.     Etika Demokritos
            Di sini untuk pertama kalinya dalam sejarah filsafat kita bertemu dengan seorang filsuf yang menaruh perhatian nya kepada tingkah laku manusia,walaupun kita masih teringat bahwa secara kronologis sokrates sebenar nya mendahului Demokritos. Pikiran-pikiran Demokritos yang menyangkut tingkah laku manusia, boleh disebut etika, asal saja kita insyaf bahwa ajarannya tidak bersifat sistematis. Pikiran Demokritos dalam bidang ini didapatkan dalam amsal-amsal pendek ( kira-kira 260 buah ) yang tidak menyatakan suatu keseluruhan. Fragmen-fragmen ini berasal dari Florilegium,karangan Yoannes Stobaios ( abad ke-5 masehi ) dan dapat di perkirakan bahwa sebagian fragmen-fragmen ini tidak otentik. Tetapi bagi kita tidsk mujngkin lagi menetukan ontensitas atau non ontensitasnya.
            Dalam tradisi yunani hampir tidak ada kesaksian mengenai pendirian Demokritos dalam bidang etika Aristoteles umpamanya, yang sering kali membahas ajaran atomisme, sama sekali tidak menyebut etikanya. Sulitsekali juga menemukan antara pendirian atomisme Demokritos dengan anggapannya dalam bidang etika.[41]
            Barangkali kita dapat menyingkatkan etika Demokritos sebagai berikut. Ideal tertinggi dalam hhidup manusia adalah euthimia :keadaan  batin yang sempurna. Ideal ini tercapai dengan menjangkakan secara matan dan pantang. Jadi,etikanya di jiwai oleh prinsip yunani yang klasik: keseimbangan.
            Kesenangan adalah ukuran bagi tingkah laku manusia. Sebaiknya manusia mengatur hidupnya demikian rupa,sehingga ia mengalami kesenangan sebanyak mungkin dan kesusahan sedikit mungkin. Tetapi sebagai mana terdapat dua macam pnegenalan, demikan juga terdapat dua macam kesenangan: di satu pihak kesenangan yang cepat lenyap misalnya makanan, miniman, erotik dan di lain pihak kesenangan yang mantap. Yang paling bijaksana ialah mengejar barang barabg yang membawa untung bagi jiwa. Kalau demikian, kita dapat memperoleh kegirangan yang merupakan ketenangan jiwa, sebagai mana kesehatan merupakan ketenangan tubuh. Dari sebab itu kita harus meredakan keinginan-kengianan lahiriyah dan mempraktekan cara hidup sederhana serta ugahari.


Karya-karya

Etika
  • Pythagoras
  • On the Disposition of the Wise Man
  • On the Things in Hades
  • Tritogenia
  • On Manliness or On Virtue
  • The Horn of Amaltheia
  • On Contentment
  • Ethical Commentaries
Ilmu Alam
  • The Great World-ordering (kemungkinan ditulis oleh Leukippos)
  • Cosmography
  • On the Planets
  • On Nature
  • On the Nature of Man or On Flesh (two books)
  • On the Mind
  • On the Senses
  • On Flavours
  • On Colours
  • On Different Shapes
  • On Changing Shape
  • Buttresses
  • On Images
  • On Logic (three books)
Alam Semesta
  • Heavenly Causes
  • Atmospheric Causes
  • Terrestrial Causes
  • Causes Concerned with Fire and Things in Fire
  • Causes Concerned with Sounds
  • Caused Concerned with Seeds and Plants and Fruits
  • Causes Concerned with Animals (three books)
  • Miscellaneous Causes
  • On Magnets


Matematika
  • On Different Angles or O contact of Circles and Spheres
  • On Geometry
  • Geometry
  • Numbers
  • On Irrational Lines and Solids (two books)
  • Planispheres
  • On the Great Year or Astronomy (a calendar)
  • Contest of the Waterclock
  • Description of the Heavens
  • Geography
  • Description of the Poles
  • Description of Rays of Light
Sastra
  • On the Rhythms and Harmony
  • On Poetry
  • On the Beauty of Verses
  • On Euphonious and Harsh-sounding Letters
  • On Homer
  • On Song
  • On Verbs
  • Names
Teknik
  • Prognosis
  • On Diet
  • Medical Judgment
  • Causes Concerning Appropriate and Inappropriate Occasions
  • On Farming
  • On Painting
  • Tactics
  • Fighting in Armor
Komentar-Komentar
  • On the Sacred Writings of Babylon
  • On Those in Meroe
  • Circumnavigation of the Ocean
  • On History
  • Chaldaean Account
  • Phrygian Account
  • On Fever and Coughing Sicknesses
  • Legal Causes
Problems


[1] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius, hlm. 21-22.
[2] K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 28-31
[3] Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin.
[4] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana. hlm. 75-77
[5] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 21-22
[6] K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
[7] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
[8] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
[9] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius 1999, hlm. 37.
[10] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisiius 1999, hlm. 37.
[11] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.
[12] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
[13] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisiius 1999, hlm. 71.
[14] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
[15] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisiius 1999, hlm. 73.
[16] K. Bertens.. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius 1999
[17] Daniel W. Graham. 1999. In The Cambridge Companion to Early Philosophy. London
[18] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
[19] Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin
[20] K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
[21] K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
[22] Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin.
[23] Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana.
[24] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 29-31.
[25] K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 61-66.
[26] Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin. hlm. 203-253.
[27] K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
[28] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 29-31.
[29] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.
[30] K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
[31] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisiius 1999, hlm. 77.
[32] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisiius 1999.
[33] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta.
[34] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta.
[35] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisiius 1999, hlm. 78.
[36] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius 1999.
[37] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta.
[38] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius.
[39] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta.
[40] Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta.
[41] K.Berterns, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta, Kanisius 1999, hlm. 80.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar